Seri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 57
Bagian ke 11
Manusia Otentik
“Tak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian.” Abdurahman Wahid alias Gus Dur
Jakarta:- Diksi “Gitu aja ko repot”, menjadi penandanya. Sebuah pernyataan yang menunjukkan sikap percaya diri, menguasai masalah, dan sedikit meremehkan. Diksi itu juga menunjukkan taste humoritas dan kreatifitas dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Strategi lontaran pernyataan berbalut sarkais yang memancing respon kegerahan lawan.
Humoritas dengan cara menertawakan diri sendiri dan situasi yang ada. Seperti ketika para kolega Gus Dur dari berbagai kalangan menyarankan mundur dari jabatan presiden pada Juli 2001 lalu. Bukan jawaban politis yang keluar dari Gus Dur. Justru jawabannya yang tak terduga.
“Saya disuruh mundur? Maju saja dituntun?” ceplos Gus Dur, disambut tawa orang-orang yang mengerubunginya. Disituasi yang memojokkan dirinya dan genting, Gus Dur masih bisa melemparkan humor sarkaisnya.
Gus Dur menempatkan humor sebagai bagian dari perlawanan atas ancaman yang ada. Humor kadang menjadi penetrasi rasa frustasi akibat model komunikasi satu arah. Sekaligus menjadi daya tarik pesan dan model pendekatan persuasif gagasan yang disodorkan. Dan tak semua orang punyai karakter humoritas satir, sebagai bagian dari perlawanan terhadap keadaan. Jawaban humoris Gus Dur tadi menjadi model pelepasan perasaan batin.
Perspektif humor sebagai bagian dari penyelesaian masalah, mungkin bisa menjadi model pendekatan penyelesaian sosial-politik. Model humor seperti ini disebut Jacobson, the psychic release. Gus Dur dalam kacamata Allport memiliki kepribadian sehat yang mampu mengenal dirinya secara objektif dengan cara humoris. Terutama yang berkaitan dengan dirinya sendiri.
“Dengan lelucon, kita bisa sejenak melupakan kesulitan hidup. Dengan humor, pikiran kita jadi sehat.” Kata Gus Dur. Ungkapan yang bisa jadi membuat Jacobson dan Allport “mlongo” kagum membenarkan, sambil ikut terbahak.
Bagi Gus Dur, humor juga bisa menjadi alat diplomasi. Gus Dur mampu membuat para pemimpin dunia yang terkenal serius, mengayunkan kepala ke belakang, tanda terbahak. Bahkan Raja Salman mampu dibuat memamerkan giginya, tertawa terbahak mendengar lelucon Gus Dur. Padahal Raja Salman terkenal aristocrat yang tak pernah tertawa berlebihan. Humor hanya menjadi salah satu alat diplomasi Gus Dur. Saat ini sulit menemukan orang yang menggunakan humor sebagai bagian dari diplomasi dan perlawanan. Tidak juga stand up Comedy.
Humor, penguatan civil society, pembelaan terhadap orang-orang atau kelompok yang tertindas atau ditindas, adalah jalan hidup Gus Dur.Terlepas dari segala kontroversi yang menuai pro-kontra, menegakkan prinsip kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan yang universal menjadi fondasi dari semua laku lampahnya.
Gus Dur menjadikan civil society sebagai wasilah untuk melakukan kritik terhadap kebijakan yang tak konstitusional dan memunggungi prinsip universal. Namun tetap dengan menjaga marwah simbol-simbol kenegaraan. Semuanya didasari atas pemahaman substantif dari ajaran agama yang tak simbolis.
“Marilah kita bangun bangsa dan kita hindarkan pertikaian yang sering terjadi dalam sejarah. Inilah esensi tugas kesejarahan kita, yang tidak boleh kita lupakan sama sekali.” Gus Dur mengingini kedamaian untuk membangun bangsa.
Orang-orang seperti Gus Dur adalah sedikit dari manusia Indonesia yang otentik. Yaitu manusia yang berani memperjuangkan cita-cita luhur konstitusi, kuatnya civil society dan nilai-nilai universal demi membangun peradaban Bangsa Indonesia. Jauh dari kepentingan sendiri dan bergeming oleh godaan para oligarkh. Manusia yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.
Memperjuangkan penguatan civil society dan nilai universal seharusnya menjadi landasan “kebijaksanaan” sistem politik perwakilan. Sila keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan” membutuhkan manusia Indonesia yang otentik. Orang-orang seperti Gus Dur, Buya Syafi’i, dan orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya, adalah segelintir manusia otentik dari sekian banyak manusia Indonesia. Karena Peradaban Indonesia Maju salah satunya dibangun oleh manusia-manusia otentik. (ER)
Penulis: Kang Marbawi (Kasubdit Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Nonformal Informal BPIP) Jum’at, (06/8/2021)
sumber berita: Memaknai sila keempat: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan