Seri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 56


“Kita adalah orang-orang yang jujur. Orang jujur terdapat di mana-mana dan kita akan bersatu.” Lin Hsi-Ling.

Kutipan di atas adalah tulisan Lin Hsi-Ling, seorang mahasiswi yang menjadi tokoh pemberontakan mahasiswa di Universitas Peking tahun 1957.

Adalah Soe Hok Gie yang menulis ulang tulisan Lin Hsi Ling di Kompas, 20 Agustus 1966, 55 tahun silam. Soe Hok Gie lahir dari pasangan Soe Lie Put alias Salam Sutrawan seorang novelis dan ibunya Nio Hoe An. Dia adalah adik Soe Hok Djie alias Arief Budiman. Soe Hok Gie lahir dan mencintai Indonesia dengan sepenuh hati. Dan dia menentang tirani dan ketidak jujuran Orde Baru. Dia adalah penentang pertama tirani Orde Baru.

Ada kesamaan antara Lin Hsi Ling, Soe Hok Gie, gerakan mahasiswa tahun 1998 dan juga aktivisi demokrasi di seluruh dunia. Kesamaan memperjuangkan idealisme melawan tirani, korupsi dan oligarkhi. Idealisme memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, egalitarian, keadilan dan kemanusiaan. Idealisma pada ukuran moral, etika, agama dan menjalaninya sebagai sebuah nilai yang dilampahi dan layak untuk diperjuangkan.
Berjuang atas nama nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, mewujudkan kesejahteraan rakyat adalah laku lampah seorang idealis. Seperti Soe Hok Gie, melawan kesewenangan dan kebijakan yang tak adil dan tak manusiawi.Tentu bukan dengan cara seperti pedagang obat di pinggir jalan pada era tahun 1980-an. Dengan bumbu sulap yang memanipulasi pandangan dan persepsi penonton. Tak beda jauh dengan akrobat para politisi.
“Ketidakadilan harus tetap dilawan meskipun dalam hati” begitu kata Pramudya Ananta Toer
Memperjuangkan idealisme adalah sesuatu yang besar. Seorang idealis adalah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Selesai dalam arti tak mementingkan diri pribadi dan memiliki pedoman moral yang dilaku-lampahi. Walau hidup tak berlebihan. Seperti Diagones dari Sinope Yunani kuno atau Nasruddin Hoja atau Baharuddin Lopa atau Gus Dur atau Buya Syafii. Rasanya sulit mencari orang seperti Diagones atau Nasruddin Hoja yang menolak kehormatan jabatan dan hedonism.
Kejujuran adalah idealisme. Saya, bisa jadi Anda, atau Kami dan atau Kita pun tak tahu, apakah masih punya kejujuran? Karena Kita tahu, tantangan kejujuran sudah ada sebelum kita lahir. Dan dalam kehidupan dipertontonkan ketidakjujuran yang megah dan hedonism.
“Makin redup idealisme dan heroisme pemuda, makin banyak korupsi.” Soe Hok Gie berguman dalam catatan hariannya.
Kalimat “Hikmah Kebijaksanaan” dalam sila ke empat, mewujud dalam sikap kejujuran. Kejujuran untuk mencintai nilai keadilan dan kemanusiaan dan kesejahteraan rakyat, sebagai nilai ideal yang diperjuangkan. Diperjuangkan melalui sistem permusyawaratan perwakilan. Permusyawaran bukan atas nama perwakilan oligarkhi dan tirani. Sebab hampir tak ada oligarkhi dan tirani yang jujur. Kejujuran yang harus dimiliki oleh setiap orang di muka bumi. Dan soal kejujuran adalah barang langka dan mahal di muka bumi. Kejujuran permusyawaratan perwakilan nyatanya digoda oleh rekahnya hedonism.
Manusia yang wajar mestinya punya kejujuran, bertumpu pada kemanusiaan dan keadilan untuk sesama. Wajar dalam hidup dan melaku-lampahi nilai moral yang dianutnya. Kewajaran yang jarang ada dalam sistem kehidupan sosial, juga jarang ditemukan dalam politik. Tapi rasanya sedikit manusia yang wajar. Seperti sedikitnya orang jujur di negeri ini. Maaf Lin Hsi Ling. (290721)

sumber berita: Seri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 56

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia