Menindaklanjuti tekad untuk menjadi organisasi penggerak Moderasi Beragama (MB) AGPAII menggelar Webseries II secara daring, Sabtu (14/08). Webseries kali ini mengusung tema “Sejarah dan Keberagamaan” dan disiarluaskan menggunakan Zoom dan youtube AGPAII Channel.
Selain pengurus DPP AGPAII acara juga dihadiri oleh pengurus DPW, DPD dan guru-guru PAI dari seluruh Indonesia, hadir pada moda daring sekitar 600 orang.
Webseries II ini menampilkan lima orang Guru Pelopor Moderasi (GPM) yakni Dwi Atmaja (MTsN 3 Surabaya, Jatim), Rahmi Ifada (SMAN 1 Cigombong, Bogor, Jabar), Ahmad Fadhol (SMAN Semarang, Jateng), Tina Haryati (MTsN 5 Karawang, Jabar) dan Muchtar Sangaji (SMAN 4 Sorong, Papua Barat).
Paparan kelima GPM tersebut ditanggapi oleh penanggap dari berbagai instansi. Mereka adalah Anis Masykhur (Sekretaris Pokja MB Ditjen Pendis), Huriyuddin (Kabid Pengda Puslitbang Kemenag RI), Iwan Misthohizzaman (UNDP) dan Ester Manurung (USAID).
Menurut panitia, Daruri, webseries akan berlangsung beberapa seri untuk memunculkan guru-guru PAI pelopor moderasi atau GPM.
“Webseri akan berlangsung sebanyak 11 seri sampai Maret 2022. Kami optimis kegiatan akan berlangsung dengan baik,” demikian ujar Daruri.
Webseries II dilaksanakan secara daring
Menurutnya kegiatan GPM merupakan perwujudan jargon “orang lain belum memikirkan, AGPAII sudah melakukan”. Hal ini menunjukkan AGPAII tanggap terhadap persoalan bangsa dan hadir memberikan solusi.
Sementara itu dalam sambutan mewakili Ketum AGPIAII, Moh. Gozali, Waketum menyampaikan penghargaan kepada guru PAI dan semua pihak yang telah mensukseskan program GPM. Dikatakannya bahwa GPM adalah penerus ajaran Nabi SAW sebagai pelopor moderasi.
“Marilah kita laksanakan moderasi sepanjang hayat,” demikian Gozali menegaskan.
—
Masing-masing GPM mempresentasikan materi tentang apa yang telah dilakukannya sebagai GPM. Dwi Atmaja menjelaskan bahwa perbedaan suku dapat menjadi potensi perpecahan, seperti yang terjadi di beberapa negara lain. Untuk mencegah terjadinya perpecahan maka diperlukan langkah-langkah moderasi untuk menghilangkan paham radikalisme diantaranya dengan membuat madrasah pioner moderasi.
Tampil pada kesempatan kedua, Rahmi Ifada menyerukan pentingnya penilaian ketrampilan yang menurutnya dapat meningkatkan semangat siswa untuk belajar agama. Selain itu kajian moderasi beragama harus pula menggandeng semua agama resmi di Indonesia agar sama-sama merasa nyaman dalam kehidupan beragama.
Dalam program moderasi beragama di Indonesia diperlukan tiga hal, yakni kebijakan, toleransi dan perdamaian serta pengelolaan kelas. Demikian dikatakan Ahmad Fadhol dalam presentasinya. Sedangkan dalam pelaksanaannya, program MB mendapat sambutan positif dari siswa non Muslim di sekolahnya.
Tina Haryati yang bertugas di MtsN berbasis pesantren memiliki cara tersendiri dalam melaksanakan program MB. Dengan siswa yang homogen dan pondasi keislaman yang kuat, Tina menggunakan pendekatan budaya, yakni dengan membuat syair-syair berbahasa Sunda (Kawih) dengan muatan moderasi. Kawih Sunda ini dilantunkan oleh santri-santrinya untuk semakin menguatkan paham moderasi.
Dengan kondisi sosial-budaya yang berbeda, Muchtar Sangaji memiliki trik yang berbeda. Guru PAI SMAN 4 Sorong ini menggunakan pendekatan teologis, seni, kelembagaan, sosial dan budaya.
—
Penanggap sedang mengkritisi presentasi
Menanggapi presentasi GPM, para penanggap memberikan masukan positif. Anis Masykhuri menyampaikan penghargaan untuk para guru PAI yang telah mewakafkan dirinya menjadi guru pelopor moderasi.
“Inti MB adalah toleransi, komitmen kebangsaan dan ramah kondisi,” demikian dikatakan Anis. Iapun menambahkan bahwa keluasan wawasan dalam memahami konteks juga sangat diperlukan dalam alam moderasi.
Masih menurut Anis, GPM memiliki ide-ide kreatif dalam membumikan MB. Mereka mampu menyesuaikan MB dengan kondisi masyarakat setempat. Ini mengingatkan upaya Wali Sanga pada saat menyebarkan agama Islam di Jawa, demikian ujar Anis.
Pendekatan budaya juga mendapat dukungan dari Huriyuddin. Ia juga menyambut baik upaya AGPAII yang menggandeng madrasah dalam program MB. Huriyuddin juga mendorong agar semangat MB tidak hanya pada lingkup sekolah tetapi lebih luas lagi ke masyarakat umum.
Visi dan misi MB yang disajikan para GPM dan kolaborasi dengan pihak lain dapat menumbuhkan semangat MB secara keseluruhan. Demikian dikatakan Ester Manurung. Pihak-pihak yang dimaksud meliputi internal sekolah dan pihak-pihak lain seperti masyarakat, pemerintah dan institusi lain.
Menurut Ester, GPM sudah sangat kreatif dan memberdayakan teknologi digital terutama dalam upaya pendekatan kepada siswa masa kini. Demikian pula dengan pembentukan satgas pelopor moderasi.
Pendekatan budaya menurutnya merupakan pengejawantahan penggunaan hati dalam pembumian dan penyebaran moderasi. Demikian pula pendekatan holistik yang dilakukan GPM di Papua Barat yang menjadikan masyarakat semakin mengenal Islam sebagai agama yang ramah.
Sementara itu Iwan M. penanggap dari UNDP menyoroti pentingnya menumbuhkan sikap berfikir kritis kepada siswa. Pola berfikir kritis ini diperlukan terutama untuk menumbuhkan sikap kehati-hatian dan menyaring informasi yang berlalu-lalang di media sosial. Dengan demikian siswa tidak mudah termakan oleh berita-berita hoaks.
Iwan juga mendorong agar Kemdikbud dan Dinas Pendidikan dilibatkan dalam program ini. Bagaimanapun peran mereka menjadi penting karena program ini diawali di sekolah umum dalam naungan mereka. (*)
#moderasiberagama
#gurupelopormoderasi