BELAJAR DARI IBRAHIM

Herimirhan, S.Ag Guru PAI SMP Lazuardi Haura Global Compassionate 
Pengurus DPW AGPAII Provinsi.Lampung

Menelusuri kembali fakta sejarah tentang kisah sang nabi kekasih Allah SWT yang dilahirkan dari seorang  ibu bernama  Buna binti Karbeta bin Karsi, yang berasal dari Bani Arpakhsad bin Sam bin Nuh yang memegang teguh norma ke”ilahi”an .yang mewariskan kesucian yang disampaikan turun temurun sejak umat yang diselamatkan dari bencana banjir besar yang meliputi bumi dari penggalan kisah nabi nabi sebelumnya.

Dialah Ibrahim kecil merupakan sosok yang selamat dari operasi pembersihan bayi (baby boy cleaning) yang dianggap cikal bakal yang akan menghancurkan Kerajaan Namrud yang maha sadis dan kejam. Namrud mengeluarkan undang-undang yang memerintahkan agar semua anak laki-laki yang lahir di negara tersebut harus dibunuh dan dibinasakan.  Ibrahim kecil yang selamat dan tumbuh serta berkembang di pinggir sungai Babilonia. sebuah negara kuno yang terletak di kawasan Mesopotamia, yang sekarang bernama Irak. Ayahnya bernama Azar, masih keturunan Sam bin Nuh ‘alaihissalam

Gaungkan 1 juta quotes tentang Pancasila,
klik  https://linktr.ee/panitiakongres

Seiring  daur waktu  sang Ibrahim kecil menjadi seorang pria muda perkasa dengan segudang pencarian identitas terhadap makna ketuhanan yang terus berkecamuk dalam dirinya,  Ibrahim muda mencari kakekat ketuhanann pada Bulan, Bintang dan Matahari untuk menghadirkan sebuah jawaban pasti tentang siapa sang maha penciptaan alam semesta yang kekal abadi. Usaha dan Perjuangan Ibrahim naik ke puncak bukit dan bertafakkur berkontemplasi.

Pada saat melihat bintang ia layangkan harapan bintang adalah Tuhan tetapi ketika bintang itu memudar Ibrahim berkata tuhan takkan pernah pudar. Pada saat sang mentari datang menggantikan kegelapan bumi Ibrahim seraya berucap inilah Tuhanku cahayanya memberikan kehidupan pada setiap makhluk bumi, tetapi matahari pun tenggelam, Ibrahim dirundung duka seraya bergumam Tuhanku tak mungkin hilang Tuhan ada dalam keabadian, kemudian tak lama setelah matahari menghilang Ibrahim melihat bulan yang bersinar terang dia gantungkan harapan seraya berkata Engkaulah Tuhanku engkau yang memberi cahaya pada kegelapan malam, tapi diambang fajar bulan pun memudar Ibrahim ditinggal keheranan mencari dan menanti jawaban tentang Tuhan.

Dalam mencapai nalar ketauhidan, nabi Ibrahim alaihisalam pun melalui proses yang panjang dan tak mudah. Dalam dunia filsafat, hal ini dikenal sebagai metode berfikir Ilmiah. Dalam menemukan “kepada siapa ia menghamba”, peristiwa ini diabadikan dalam Qs. Al-An’am ayat 76-78 “Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam” “Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat”.

Tetap dukung petisi guru agama,
klik https://www.change.org/DaruratGuruAgama

Pada saat situasi masyarakat pada zamannya banyak yang menyembah berhala, Ibrahim Alahissalam berusaha untuk merubah mindset masyarakat yang kontadiktif dengan kebenaran nurani, ia melakukan tindakan yang banyak ditentang oleh kaumnya. Namun beliau teguh pendirian untuk menghancurkan berhala berhala Namrud sebagai penghambaan dan sesembahan masyarakat zaman itu.

Aksi nyata yang dilakukan Ibrahim alaihisalam berangkat menuju kuil Untuk menghancurkan berhala berhala sesembahan. Kisah ini diabadikan dalam Qs. As-Aaffat ayat 92-93. Kemudian dia berkata : Mengapa kalian tidak dapat bicara dan menjawab pertanyaanku? Ibrahim mengetahui bahwa mereka (sesembahan-sesembahan tersebut) tidak dapat menjawab, dia (Ibrahim) melakukan hal itu untuk mencemooh kebiasaan kaumnya.

Kemudian Ibrahim mengambil berhala-berhala itu dan menghancurkannya dengan tangannya, dan tidak menyisakan sesembahan-sesembahan tersebut kecuali satu yang paling besar; Untuk memberitahukan kepada kaumnya bahwa mereka tidak dapat menjaga diri-diri mereka, apalagi yang lain, dan agar mereka paham bahwa kaumnya telah salah dalam beribadah.

Pencarian jalan menuju Tuhan sebagaimana nabi Ibrahim Alaihissalam lakukan.dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita, mampukah kita meluluhlantakkan berhala-berhala yang menjelma abad ini dengan kapak kapak pada ritual pemujaan terhadap materi dan duniawi. Pada zaman Ibrahim berhala Itu tampak di depan mata dan diam tak berdaya. Zaman sekarang penjelmaan berhala-berhala itu mengganggu alam pikiran kita bahkan tanpa disadari terkadang kita pun menjadi “penyembah” berhala-berhala baru.

Ibrahim Alaihissalam juga mengajarkan pada kita arti sebuah ketulusan dari cinta yaitu menerima setiap pemberian kekasihnya bukanlah seorang pencinta sejati sebelum ia menikmati setiap anugerah yang datang dari pujaannya. Sebagaimana dikisahkan dalam dunia tasawuf, yang melahirkan kisah Laila dan Majnun kisah dua kasih ini telah mengilhami jutaan manusia bahkan Dr Mojdeh Dayat dari University of NewYork dalam bukunya “Tiles from the land of the sufis” juga mengilhami beberapa kisah  klasik Romeo dan Juliet Don Quixote di dunia barat.

Ibrahim Alaihissalam kembali mengajarkan kita bagaimana berhijrah dengan kepasrahan yang sempurna dengan pengorbanan dan keikhlasan. Pada saat Ibrahim alaihissalam diperintahkan untuk menyembelih putra tercintanya. “Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!“(Ash-Shaffat: 102)

Dan sesungguhnya Ibrahim memberitahukan mimpinya itu kepada putranya agar putranya tidak terkejut dengan perintah itu, sekaligus untuk menguji kesabaran dan keteguhan serta keyakinannya sejak usia dini terhadap ketaatan kepada Allah SWT dan baktinya kepada orang tuanya. Kisah ini sekarang kita kenal dengan hari raya kurban yang merupakan manifestasi dari ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam.

Penyembelihan hewan kurban sendiri memiliki nilai substansial. Penyembelian  qurban mengajarkan bahwa tidak hanya ritual penyebelihan semata, melainkan mengandung nilai-nilai ketakwaan dan pengorbanan yang amat Luhur. Pengorbanan Ibrahim Alaihissalam adalah bukti kecintaan bahwa ia senantiasa mendahulukan “kehendak Tuhan” (perintah menyembelih putranya Ismail) diatas kecintaannya pada sang putra tercinta.

Dalam sebuah Hadis Qudsi Allah SWT berfirman “barangsiapa yang mendahulukan kehendakku di atas kehendaknya maka akan aku pilih ada dirinya karena kuat urusan dunianya tetapi barangsiapa yang mendahulukan hendaknya di atas kehendakku maka akan aku Uraikan dunianya.” Barangkali inilah yang membuat kita kehilangan makna yang menjadikan dunia kita merasa terasa hampa karena kita mendahulukan diri kita dari kehendak Tuhan (Lord’s will).

Dalam  konteks ini setidaknya ada empat macam kepribadian manusia, pertama mereka yang mendahulukan kehendak dirinya di atas kehendak Tuhan, kita terbangun di tengah malam kita tahu bahwa pada saat yang sama Allah SWT telah memanggil hamba-nya Kedua mereka yang berada di tengah-tengah, dia tahu mana keinginan Tuhan dan mana keinginan dirinya kadang-kadang dia didahulukan keinginan Tuhan tetapi pada saat lain dia dahulukan kehendak dirinya sendiri. ketiga adalah mereka yang mengedepankan kehendak Tuhan dan berusaha untuk menginjak habis hawa nafsunya yang berjuang mengorbankan keinginannya semata-mata demi memenuhi keinginan Tuhan ingin merasakan kehadiran Tuhan ingin menyingkap tirai tirai dunia yang palsu. keempat merupakan tipe dimana manusia sudah kehilangan kehendaknya sama sekali kehendaknya sudah menyatu dengan perintah tuhan, tidak ada lagi keinginan yang terpisah apapun yang ia lakukan sesuai dengan perintah dan anjuran Tuhan.

Nabi Ibrahim alaihissalam mengajarkan pada sebuah pengorbanan ia lakukan mengorbankan anak yang sudah ia cintai untuk mendapatkan kehendak tuhan sebagai jalan untuk meraih kebahagiaan dan ketentraman dengan ujian keimanan yang diberikan  Allah SWT pada nabi Ibrahim alaihissalam. Masih begitu banyak pelajaran pelajaran yang dapat kita petik dari kisah Nabi Ibrahim tentang nilai-nilai Ketuhanan (Divinity Values) yang beliau ajarkan.[]

Sumber featured image www.blogspot.com

#1JutaQuotePancasila #Kongres4AGPAII #SaveGuruAgama

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia