BERLITERASI MELALUI MADING BERTEMA KEARIFAN LOKAL

 

Oleh: Tuti Herawati, S. Ag
Pengawas PAI Kementerian Agama Kabupaten Purwakarta

Sejak berlaku Kurikulum 2013 hingga kini dikembangkan menjadi kurikulum paradigma baru atau lebih dikenal dengan istilah Kurikulum Prototype, kemampuan literasi menjadi salah satu dari fokus utama yang harus dikembangkan dalam dunia pendidikan kita. Literasi adalah pondasi untuk menuju kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu menjadi hal penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan mengembangkan dan memberdayakan kemampuan literasi. Hal ini sejalan dengan perintah Allah SWT melalui wahyu pertama-Nya kepada Nabi Muhamad SAW dalam Al Quran Surat Al ‘Alaq ayat 1-5. “Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia (3), Yang mengajar (manusia) dengan pena (4). Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (5).

Pada dasarnya literasi dapat diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Sebagaimana dikemukakan oleh Setiadi (2010:57) bahwa “In a basic sense, literacy is generally viewed as reading and writing abilities”. Namun  lebih jauh Educational Development Center (EDC) menyatakan bahwa literasi tidak sekedar kemampuan dalam hal baca tulis. Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya, yaitu mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.

Hasil survei Program for International Student Assesment (PISA) tahun 2019  menyatakan bahwa tingkat literasi masyarakat  Indonesia berada pada urutan 62 dari 70 negara. Hal ini membuat kita terhenyak dan segera sadar  untuk kembali bergerak menggalakan literasi sebagai program prioritas dalam pendidikan kita.

Pendekatan saintifik yang digunakan dalam implementasi Kurikulum 2013 sejatinya menjadi pemicu bagi para peserta didik maupun pendidik untuk lebih mengembangkan potensi literasinya. Pembelajaran berbasis teks  dengan menerapkan lima langkah pengalaman belajar (5M), yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan  merupakan metoda dan teknik pembelajaran aktif yang diharapkan mampu memotivasi peserta didik untuk menggali dan menemukan apa yang mereka pelajari melalui berbagai sumber belajar. Hal inilah yang mendorong pentingnya penguatan literasi dalam implementasi pembelajaran pada kurikulum 2013.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS), yaitu gerakan yang bertujuan untuk menjadikan sekolah sebagai tempat belajar (membaca dan menulis) agar seluruh warganya mampu menjadi literat dan pembelajar sepanjang hayat. Sehingga diharapkan melalui GLS ini minat membaca dan menulis masyarakat Indonesia yang masih minim mampu ditingkatkan sejak dini. Selain itu pendidikan karakter yang menjadi muara tujuan pendidikan Indonesia dapat di tumbuhkuatkan dengan membudibudayakan literasi di lingkungan sekolah.

Pada jenjang pendidikan sekolah dasar, kegiatan literasi lebih diarahkan pada menumbuhkembangkan minat baca. Untuk ini diperlukan strategi yang tepat agar peserta didik semakin tertarik dan terlatih untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis serta memahami informasi di sekelilingnya. Sehingga menjadi pengetahuan yang bermanfaat.

Mading literasi dengan nuansa kearifan lokal

Salah satu strategi yang diterapkan guru PAI Purwakarta dalam mengembangkan literasi anak didik di sekolah yaitu melalui majalah dinding (mading) bertemakan Tujuh Poe Atikan.   Apakah yang dimaksud Tujuh Poe Atikan? Tujuh Poe Atikan adalah tema-tema pendidikan karakter yang dikembangkan di Kabupaten Purwakarta berbasis nilai-nilai Kasundaan (Budaya Sunda).  Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati Purwakarta No. 69 Tahun 2015,  konsep pendidikan karakter yang dirumuskan dalam Tujuh Poe Atikan tersebut adalah : Senen Ajeg Nusantara, Salasa Mapag Buana, Rebo Maneuh di Sunda, Kemis Nyanding Wawangi, Jumaah Nyucikeun Diri dan Saptu Minggu Betah di Imah.  Tema-tema inilah yang kemudian dikemas menjadi sumber literasi bagi para peserta didik dalam kegiatan GLS.

Ajeg Nusantara berarti merasa bangga dan cinta terhadap keberagaman sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia. Sehingga tertanam jiwa patriotik, cinta tanah air dan memiliki cita-cita membangun tanah air Indonesia. Pada tema ini, misalnya: peserta didik diajak mengenal sosok para pahlawan bangsa, pejuang dan pengisi kemerdekaan Indonesia.

Mapag Buana yaitu menyiapkan diri menyongsong dinamika perubahan global yang semakin modern. Sehingga tertanam sikap optimis dan semangat belajar untuk maju dan berwawasan jauh. Melalui tema ini, misalnya peserta didik diajak mengenal ungkapan-ungkapan penting  dalam bahasa Inggris dan Arab sebagai dua bahasa komunikasi di dunia.

Maneuh di Sunda berarti mengenal jati diri sebagai masyarakat Sunda. Tema ini mengenalkan bahasa dan tradisi budaya Sunda yang selama ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Sunda. Seperti: tatakrama (etika) dalam bertutur, bersikap dan berperilaku.

Nyanding Wawangi menanamkan jiwa  beretika dan berestetika. Dalam tema ini peserta didik diajak untuk berekspresi dan berkreasi melalui kemampuan literasinya,  seperti: bernyanyi dan berpuisi.

Jumaah Nyucikeun Diri yaitu menanamkan jiwa religius peserta didik dengan cara mendekatkan diri kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Pencipta.  Setiap Jumat pagi, seluruh peserta didik melantunkan zikir Asmaul Husna dan Tadarus ayat-ayat suci Al Quran.

Betah di Imah berarti merasa nyaman berada di rumah. Bercengkrama dan saling menjalin harmoni bersama keluarga. Tema ini menjadi sumber inspirasi peserta didik untuk melatih dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan pengalaman aktivitasnya bersama keluarga, baik secara lisan maupun tulisan. (*)

Salam Literasi; Indonesia_ Berkarya !!!

Featured image disediakan oleh sekolahdasar.net

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia