GURU PELOPOR MODERASI IKUTI BIMTEK PENULISAN NARASI

Bekerja sama dengan Litbang Penda Kemenag RI, DPP AGPAII melaksanakan bimbingan teknis (bimtek) penulisan narasi bagi guru pelopor moderasi (GPM), Rabu (18/08). Bimtek diikuti 85 peserta yang terdiri dari guru PAI di sekolah, guru madrasah dan beberapa guru pendidikan agama lain.

Menurut Kamaludin, Ketua Panitia Moderasi Beragama (MB), bimtek ditujukan agar para GPM mampu menulis narasi dalam bentuk naskah buku dengan bahasa yang mudah diterima.

“Bimtek ini penting karena tulisan mereka harus jauh dari ekstrem dan seimbang. MB merupakan kunci toleransi,” demikian tegas Kamal.

Sementara itu Ketum AGPAII Mahnan Marbawi berharap peserta dapat mengikuti sampai akhir dan menghasilkan karya yang diharapkan.

“GPM menjadi inisiator, kreator dan motivator dalam menolak paham radikal dan intoleransi,” tegas Mahnan.

Pada kesempatan berikutnya Dr. Huriyuddin dari Litbang Penda menyatakan bahwa MB yang diusung AGPAII adalah bukan apa yang sedang kita lawan tetapi apa yang kita lakukan tanpa bicara soal kelompok manapun.

“Mengubah dari statemen verbal kepada aksi nyata, apakah ditingkat implementas nya ada atau nyata? ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari dari kita sendiri,” demikian tegas Huri.

Semua hal yang bersifat verbalistik, harus diarahkan pada yang konkrit, jika masih sifatnya verbal maka itu  tidak menjadi ruh dari keagamaan kita. MB harus menjadi paradigma keagamaan seluruh umat beragama, maka kultur, statemen menjadi real. Agama memiliki ruh dan jatidiri yang moderat. Ayat Qur’an, washatiyah itu menengah/wasit: orang yang berada di tengah itu adalah wasit, semangat ada di tengah itu adalah wasit, pihak manapun yang melakukan pelanggaran maka di trit, berpihak kemana-mana, ajeg pada kebenaran.

Nabi saw. pada posisi sebagai wasit dalam hal pernyataan jika anakku mencuri maka akan kupotong tangannya. Bagaimana mengubah narasi yang negative menjadi positif. Bagi kita seringkali tidak mudah membangaun narasi positif yang diterima semua pihak, memberi pengaruh besar pada semuanya, maka membangun narasi menjadi penting, menjadi representasi dari sebuah substansi, seringkali kita gagal menarasikan apa yang dimaksudkan.

Pengalaman menulis artikel/ tulisan ilmiah yang terkait MB, pertanyaannya kita akan menarasikan apa? Terlarang menarasikan sesuatu yang tidak kita kenali/ ketahui tentang apa yang akan kita tulis, maka sebelum membangun narasi kenali dulu substansi apa yang akan dinarasikan, membaca merupakan kewajiban, penulis yang baik akan lahir dari seorang pembaca yang baik. Ada 4 yang wajib diperhatikan:

  1. Subjek
  2. Objek
  3. Persentuhan subjek dan objek
  4. Hal penting lainnya, bagaimana membangun narasi dan membuat visualisasinya.

Dalam pernyataan ahli hikmah: pernyataan “tindakan lebih tajam efeknya ketimbang tulisan”

Persoalannya bagaimana kita mampu menarasikan dan memfisualisasikan. Visualisasi  dan narasi bisa digabungkan, seringkali guru habis dengan bicara. Kadang ada yang menarasikan sepanjang visualisasi. Anak-anak muda lebih cerdas, lebih menguasai teknologi maka memungkinkan lebih mudah.

Pada tingkat  membuat narasi, sebagian kita masih sangat lemah pada hal narasi terlalu banyak unggah ungguh, puji syukur dll menghabiskan waktu sehingga seringkali substansi tidak tersampaikan, biasanya to the point, kulli haq walau kana murron, katakan yang penting, jangan ngaracabang kemana-mana. Sampaikan yang penting di menit-menit awal, biasanya yang bikin skrip film yang lihai. Dalam kontek sekarang populer mini kata, menjadi penting kata-kata lalu masuk substansi. (*)

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia