Indahnya Hidup Damai

Islah dalam bahasa Arab berarti memperbaiki, mendamaikan dan menghilangkan sengketa atau kerusakan.
Berusaha menciptakan perdamaian, membawa keharmonisan, menganjurkan orang untuk berdamai antara satu dan lainnya, melakukan perbuatan baik berperilaku sebagai orang suci (baik) adalah bentuk-bentuk dari islah itu sendiri.

Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, islah pada kajian hukum Islam adalah memperbaiki, mendamaikan, dan menghilangkan sengketa atau kerusakan. Berusaha menciptakan perdamaian; membawa keharmonisan; menganjurkan seseorang untuk berdamai antara satu dan lainnya apabila berselisih, melakukan perbuatan baik; berperilaku sebagai orang suci (baik). Ruang lingkup pembahasan islah mencakup aspek-aspek kehidupan manusia baik pribadi maupun sosial. Dalam bahasa Arab modern, istilah ini digunakan untuk pengertian pembaruan (tajdid).[1]

Islah dalam Ensiklopedi Religi adalah perdamaian dan penyelesaian pertikaian. Adapun menurut Istilah, islah adalah mendamaikan suatu pertikaian, kalau dalam satu golongan terjadi perbedaan, perlu ada pihak ketiga yang menengahi dan mengislahkannya.[2]

Dari pengertian di atas islah dapat dijabarkan dalam dua makna, makna pertama adalah mendamaikan perselisihan  antara satu dan yang lainnya.
Dijelaskan dalam Q.s. Al Hujurat ayat 9 dan 10, yang artinya:
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. (QS Al-Hujurat: 9).

Berlaku adillah dalam menyelesaikan persengketaan kedua belah pihak,’ berkaitan dengan kerugian yang dialami oleh salah satu pihak akibat ulah pihak yang lain, yakni putuskanlah hal itu dengan adil dan bijaksana.
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. (QS Al-Hujurat: 10).
Yakni semuanya adalah saudara seagama, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. dalam salah satu sabdanya yang mengatakan bahwa orang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh berbuat aniaya terhadapnya dan tidak boleh pula menjerumuskannya.

Dalam hadis sahih disebutkan:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam persahabatan kasih sayang dan persaudaraannya sama dengan satu tubuh; apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar ke seluruh tubuh menimbulkan demam dan tidak dapat tidur (istirahat)”.

Dan di dalam hadis sahih disebutkan pula:
“Orang mukmin (terhadap mukmin lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lainnya saling menguatkan”.

Makna kedua dari islah adalah berbuat baik, mengajak orang lain melakukan Kebaikan dan berusaha untuk menyingkirkan Keburukan.
Makna kedua dari kata al Islah adalah lawan dari kata al fasad (kerusakan). Sehingga pelaku kebaikan dan yang menyeru kepadanya disebut muslih dan yang merusak disebut dengan mufsid.

Sebenarnya, berbuat baik dan menyingkirkan keburukan adalah tugas setiap manusia. Karena berbuat baik saja tidak cukup tanpa ada usaha untuk melawan keburukan. Dimulai dari  membenahi diri sendiri, dimulai dari pribadi masing-masing lalu dengan berbuat baik/amar maruf dan mencegah kemungkaran/nahi munkar untuk mengingatkan orang lain. Bisa juga dengan melakukan gebrakan besar untuk memperbaiki situasi dan kondisi masyarakat pada umumnya, sebagaimana perubahan revolusi yang dilakukan oleh para pahlawan bangsa jaman dulu.
Islah merupakan kewajiban bagi umat Islam, baik secara pribadi maupun sosial. Penekanan islah ini lebih terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Tuhan Allah Swt.

Ruang lingkup islah itu sendiri sebenarnya sangat luas, mencakup aspek-aspek kehidupan manusia baik pribadi maupun sosial. Misalnya islah yang diperintahkan Allah SWT dalam masalah rumah tangga. Untuk mengatasi kemelut dan sengketa dalam rumah tangga, dijelaskan dalam Q.s. an-Nisa’ ayat 35 bahwa sesungguhnya Allah SWT memerintahkan untuk mengutus pihak ketiga (hakam) dari pihak suami dan istri untuk mendamaikan di antara keduanya.

Ada berbagai macam islah, pertama adalah islah dalam akidah. Akidah adalah keyakinan seseorang terhadap suatu agama yang dianutnya. Contohnya, akidah Islam adalah Tauhid, monotheisme.

Kedua, islah dalam kehidupan pribadi.
Dalam kehidupan pribadi, Islam telah mengharuskan juga adanya perdamaian antara sesama manusia dalam kehidupan pribadinya, dengan ide kebaikan dan disiplin, yang terdapat dalam niat tersebut.
Perilaku seseorang, tergambar dari akhlak atau budi pekertinya, ialah suatu kepribadian yang tertanam dalam jiwa manusia. Dari padanya timbullah perbuatan-perbuatan yang sederhana dan mudah tanpa mesti dipikirkan dan diperhitungkan lagi.
Kemampuan manusia untuk melakukan islah dalam diri pribadinya muncul mengenal kebaikan. Kecenderungannya yang utama kepada kebaikan, sebaiknya mengantarkan manusia memperkenan-kan perintah Allah (agama-Nya) yang dinyatakan-Nya sesuai fitrah (asal peristiwa manusia). Di sisi lain, karena kebajikan pada saatnya  dipertanggungjawabkan, manusia dihadapkan pada dirinya sendiri dengan Tuhan.
Yang ketiga islah dalam jalinan hubungan antar sesama.
Dalam hubungan-hubungan umum di antara manusia pada umumnya, konstitusi Islam juga mengharuskan perdamaian atau islah dengan sesama. Itulah sebabnya manusia dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, yang tidak lain berarti untuk saling memgenal.
Konsep tentang tanggung jawab manusia tentang peranan bagaimana membenarkan, mengambil keputusan dan memutuskan harga diri.

Keempat, islah dalam struktur masyarakat.
Islam berpendirian jika bersatunya manusia dengan masyarakat adalah suatu keharusan. Akhlak manusia tidak memungkinkan mereka hidup seorang diri. Tersusunnya masyarakat menjadi dampak dari ketidakmampuan ini, kebutuhan manusia untuk bersama-sama itu sesungguhnya bertambah. Di satu pihak, keinginan untuk dominasi dan gempuran yang merupakan akhlak bawaan manusia, mampu mendorongnya kepada aksi tanpa pikiran atau mengganggu. Otoritas dan kekuasaan yang mengharuskan merupakan satu-satunya sarana mengatasi rasa benci, keangkuhan, kecurigaan, kesombongan pribadi dan sehingga dapat menyelamatkan orang banyak.
Menurut Ahmad Muhammad Jamal, langkah perdamaian masyarakat Islam haruslah direalisasikan dengan amar ma’ruf dan nahi mungkar dan saling menasehati kebenaran antara anggota masyarakat. Selain itu, perlu juga direalisasikan had (jawaban) dan memutuskan sanksi terhadap orang-orang yang berupaya melakukan zalim terhadap jiwa, kehormatan dan harta barang, juga terhadap orang-orang yang mendatangkan kerusakan hingga mengganggu kedamaian dan kehidupan manusia di muka bumi ini.

Kelima, islah dalam pemerintahan.
Islam mewajibkan adanya keadilan dalam pemerintahan serta persamaan dalam hak-hak manusia dalm naungan Islam, walaupun di antara mereka terdapat bukan umat Islam.
Rancangan islah dalam pemerintahan ini, telah terealisasi sejak zaman Rasulullah Saw. dengan adanya  “Piagam Madinah” yang mengandung hal dasar perdamaian antara orang kafir dengan penganut Islam. Bagi mereka non muslim tetap dilindungi oleh pemerintah Islam, mereka yang dikenal dengan kafir zimmi.

Demikian pembahasan islah/damai dalam Islam yang begitu penting, utama dan menjadi rujukan Kaum Muslim untuk cinta damai dan menghindari perselisihan.
Tidak ada satu masalah yang tidak dapat diselesaikan, semua bisa dilakukan dengan jalan damai tanpa kekerasan.
Damai itu indah, indahnya merawat keberagaman. (*)

Oleh Rakhmi Ifada, S.Ag, M.Pd.I
(Guru PAI SMAN 1 Cigombong Bogor)

Bogor, 27 Juli 2021

 

  • gambar disediakan oleh hipwee.com
Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia