MENYOAL SKB 3 MENTERI, DPW AGPAII SUMBAR GELAR WEBINAR

DPW AGPAII Sumatera Barat seakan tak kehabisan amunisi dalam mengangkat topik-topik hangat terkait PAI. Kali ini DPW AGPAII Sumbar bersama Koordinasi Pengembang PAI Indonesia (KOPPI), menggagas webinar yang membicarakan polemik yang sedang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini. Kegiatan ini bertajuk “Menyoal SKB 3 Menteri dan Masa Depan PAI di Sekolah Negeri”, Ahad (14/02/2021).

Kegiatan yang dlaksanakan secara virtual ini diikuti 1009 orang melalui Zoom meeting dan live streaming Youtube.

Hadir sebagai narasumber, Marzuki dosen PAI Universitas Negeri Yogyakarta dan Muhammad Kosim dari Dewan Pendidikan Sumbar. Mereka memberikan pandangan dari sudut pendidikan Islam dan penanaman karakter pada peserta didik.

Disamping itu juga hadir Khairul Fahmi, dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas yang membantu mencermati dari sisi hukum. Sedangkan praktisi, hadir Muhammad Ahsan Kepala SMPN 14 Semarang sekaligus pengurus DPP AGPAII.

Webinar yang dimulai pukul 20.00 WIB dan berlangsung hampir 3 jam ini berjalan sangat menarik. Diawali dengan paparan Marzuki yang juga koordinator KOPPI tentang substansi dari diktum-diktum yang terdapat dalam SKB 3 Menteri, ternyata cukup membuat hangat jalannya diskusi.

Beberapa catatan dari diskusi yang berlangsung, diantaranya penyampaian dari Khairul Fahmi yang memandang SKB 3 Menteri ini secara substansi terlalu dangkal membaca persoalan yang ada.

“Berbeda persoalan yang dihadapi, tapi berbeda pula resep yang diberikan”, ucapnya.

Fahmi memandang pada diktum ketiga mengandung banyak problem, harus disikapi hati-hati dan kementerian terkait sebaiknya membuka ruang diskusi untuk menjelaskannya. Termasuk pada diktum keempat.

“Kewajiban Pemda mencabut peraturan daerah tidak sesederhana itu, ada mekanisme yang harus dilalui kepala daerah dalam mencabut sebuah aturan yang ada,” jelas Fahmi.

Pembicara selanjutnya, Muhammad Kosim secara gamblang menyampaikan beberapa permasalahan dalam SKB 3 Menteri ini. Diawali dari UUD 1945 pasal 31 ayat (3) bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang- undang”. Maka Kosim mencermati peraturan daerah yang mengatur agar peserta didik berpakaian seragam dengan atribut kekhususan agamanya masing-masing adalah bentuk dalam menjalankan amanah undang-undang.

Setali tiga uang dengan pembicara sebelumnya, melihat permasalahan yang ada dan solusi SKB 3 Menteri yang ditawarkan, maka Kosim mengistilahkannya dengan pepatah Minang, “Lain nan gata, lain pulo nan digauik” (Beda bagian tubuh yang gatal, tapi berbeda pula bagian tubuh yang digaruk).

Sementara itu pembicara dari kalangan praktisi, Muhammad Ahsan cukup memberikan analogi singkat.

“Apakah jilbab itu bagian dari kemuliaan atau keburukan? Jika SKB ini praktisnya juga melarang seragam dengan atribut kekhususan agama bagi peserta didik muslim, maka SKB ini mengesankan jilbab bukan lagi suatu kemuliaan”, ucapnya.

Diakhir sesi, pembicaraan yang dimoderatori Rimelfi yang juga ketua DPW AGPAII Sumbar, mengambil kesimpulan bahwa dari narasumber yang hadir dan partisipan yang mengikuti dan memberikan pendapat dalam kolom komentar sepanjang acara berlangsung, disimpulkan bahwa sebaiknya Kemendikbud, Kemenag dan Kemendagri melakukan revisi terhadap  SKB 3 Menteri ini.(rizkirenaldo/ed.aar).

***

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia