Herimirhan, S.Ag Guru PAI SMP Lazuardi Haura Global Compassionate
Pengurus DPW AGPAII Provinsi.Lampung
Bedah buku “Guru Pelopor Moderasi Beragama Best Practice Moderasi Beragama di Sekolah” yang diinisiasi oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan keagamaan Badan Litbang dan diklat Kementeriaan Agama RI serta Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (DPP AGPAII) telah berlangsung di Hotel Millennium Jakarta, Senin (13/06/22). Kegiatan ini mendapat apresiasi istimewa dari Menteri Agama RI periode 2004-2019 Dr. (HC) H. Lukman Hakim Saifuddin yang menjadi narasumber pada acara tersebut.
“Buku ini pertama yang saya temui tentang pengalaman terbaik dari para guru tentang peersepektif moderasi beragama. Ternyata meskipun buku ini diprakarsai oleh AGPAII tapi juga menyertakan guru dari agama lain,” ujar beliau.
Selain itu juga hadir Guru Besar UIN Jakarta Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, dan Dr. H. Imron Siregar, M.Pd sebagai Moderator. Dalam kesempatan yang sama Sekjen DPP AGPAII Dr. Budiman mewakili Dr. Mahnan Marbawi, M.A yang berhalangan hadir, menyampaikan flashback dan timeline hadirnya buku Moderasi Beragama Best Practice Moderasi Beragama di Sekolah. Terbitnya buku yang apik ini tidak terlepas dari peran Pengurus Pusat AGPAII yang menjadi fasilitator dalam meyampaikan gagasan praktik baik moderasi beragama melalui webinar berseri (Webseries).
Tetap dukung PEMDA USULKAN KEBUTUHAN GURU AGAMA klik https://chng.it/7jH7jXNB
Adapun hasil (goal) yang diharapkan dari agenda tersebut, Guru Pelopor Moderasi (GPM) dituntut memiliki paradigma dalam mengolah pola pikir (mindset) kemampuan intervensi penguatan moderasi beragama dengan tiga ranah (School Culture, Classroom Culture Dan Students Activities). Selain itu, GPM juga diharapkan menjadi inisiator, motivator, creator dan mampu menggerakkan komunitas yang ada di masing masing sekolah untuk mengarusutamakan niai nilai moderat, inklusif, anti radikal, anti kekerasan, intoleransi dan terorisme.
Sisi lain hal yang menarik dari bedah buku tersebut, dapat disaripatikan bagaimana adanya sikap moderasi beragama yang merupakan cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. Kita perlu menumbuh-kembangkan spirit moderasi sosio-religius sebagai semangat kebersamaan dalam memelihara kerukunan antar sesama warga negara bangsa Indonesia.
Yang dimoderasi itu bukan agamanya,
tapi pemahaman dan pengamalan atau cara beragamanya
Namun demikian, adanya kesalahan persepsi (misperception) dalam memahami moderasi beragama yang beranggapan moderasi beragama berarti mengutak-atik atau merubah agama. Padahal, yang dimoderasi itu bukan agamanya, tapi pemahaman dan pengamalan atau cara beragamanya. Moderasi beragama itu bukanlah hal yang baru, melainkan sesuatu yang menjadi warisan para pendahulu yang berupaya dikontekstualisasi dengan kenyataan zaman hari ini. Moderasi beragama itu dinamis, tidak statis dan bukan sesuatu yang given, karena ia adalah upaya terus menerus untuk menjaga diri agar tidak terjatuh di kutub ekstrim. Moderasi beragama tidak bicara pada tataran individul tapi dalam kehidupan bersama yng mewujudkan inti pokok ajaran agama, melindungai kemanusian dan membangun kemaslahatan bersama dengan prinsip keadilan dan mentaati kontitusi.
Pemahaman moderasi yang benar dan tidak terjebak pada posisi “abu-abu”. Maka dengan moderasi beragama, moderat berbangsa dapat terwujud dengan baik walaupun terkadang masih dihadapkan dengan berbagai tantangan yang tidak mudah, sebagai warga negara optimis bahwa kehidupan beragama di Indonesia akan tetap stabil dan harmonis dengan tetap menjaga karakter khas bangsa Indonesia yang santun sikap toleran dan saling menghargai perbedaan.
Moderasi beragama tidak bicara pada tataran individul tapi dalam kehidupan bersama yng mewujudkan inti pokok ajaran agama, melindungai kemanusian dan membangun kemaslahatan bersama dengan prinsip keadilan dan mentaati kontitusi.
Peran serta dan kontribusi guru sebagai tenaga pendidik menjadi garda terdepan dalam mempertahankan moderasi beragama di Indonesia, keberagamaan yang moderat, komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dengan menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan, penerimaan terhadap tradisi, sikap toleransi dengan menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya dan menyalurkan aspirasinya.
Moderasi beragama diperlukan sebagai strategi kebudayaan dalam merawat tanah air Indonesia. Indonesia bukanlah sebagai negara agama, namun tidak memisahkan nilai-nilai agama tersebut di kehidupan sehari-harinya. Nilai-nilai agama dijaga, justru dipadukan dengan nilai-nilai budaya dan adat istiadat setempat sehingga terjalin kehidupan yang rukun, aman, damai dan sentosa dengan jargon Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo kekayaan alam yang melimpah, keadaan yang tentram. dan “Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbhun Ghaffur ” Negeri yang baik dengan rabb yang maha pengampun”.[]
Featured image : NU Online
#saveguruagama