AGPAII_Akhir-akhir ini kemampuan berfikir kritis terus digalakkan. Hingga dalam Kurikulum Merdeka, berfikir kritis menjadi bagian dari Profil Pelajar Pancasila dengan sebutan bernalar kritis dan kreatif atau critical and creative thinking (CCT).
Mungkin bukan hal baru, artinya sejak dulupun sudah ada. Iya, betul. Namun belum menjadi nilai yang diajarkan (dibiasakan) dan masuk di kurikukum. Kemampuan berfikir kritis dan kreatif telah dipompakan sejak sebelum Kurmer, namun belum segencar sekarang. Lalu apa pentingnya?
Dilansir dari medcom.com, critical thinking atau berpikir kritis perlu dibangun sedini mungkin karena kompetensi ini membantu siswa dalam mempersiapkan masa depannya. “Berpikir kritis dan rasa ingin tahu menuntun mereka untuk terus memilah berbagai informasi yang tersedia dan memprosesnya dengan baik, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, dan berperan penting dalam kesuksesan akademik,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza. Itu yang pertama.
Kedua, kurangnya kemampuan ini juga dapat menjadi ancaman disintegrasi bangsa. Seperti diketahui, polarisasi akibat perbedaan pandangan politik tidak dapat dielakkan di masyarakat. Anggota masyarakat yang berbeda kiblat politik saling serang dengan argument masing-masing yang sama sekali jauh dari landasan ilmiah. Lebih pada sentiment, ketidak senangan, dan dengki semata. Lebih parah lagi posting itu disebarkan lagi oleh orang yang sepaham. Rasa sepaham ini yang membutakannya dari validitas muatan posting dan akibat yang dapat ditimbulkan. Tanpa pikir panjang ia share lagi dan menjadi bola salju yang terus menggelinding dan makin besar/luas penyebarannya. Rasa saling benci yang terus meluas dan ancaman disintegrasi bangsa terus melebar.
Seorang siswi SMK Wikrama Bogor sedang menghitung bintang saat KBM di galerinya saat KBM PAI
Nah, jangan sampai ada guru PAI yang ada di pusaran ini. Sebagai seorang pendidik yang tentu terdidik apalagi pendidikan agama sudah seharusnya mengedepankan sikap kritis, check and rechek, tabayyun. Saat menerima posting atau berita harus diverifikasi kebenarannya dan apa akibatnya kalau diposting. Demikianpun bagi siswa. Sikap kritis siswa dalam bermedsos ditunjukkan sikap bijaknya dalam bermedsos seperti mencheck kebenaran informasi, tidak menghujat, dll.
Ketiga, berfikir kritis bukan berarti tidak setuju, tidak percaya atau menggugat. Bahwa segala sesuatu harus ditempatkan sesuai tempatnya. Transparansi saat ini menjadi salah satu ukuran akuntabilitas. Disamping itu pendalaman informasi diperlukan untuk membedah selebar dan sedalam-dalamnya sehingga permasalahan menjadi jelas. Dengan demikian solusi dapat dirumuskan atau langkah-langkah yang tepat dapat segera dilaksanakan.
Keempat, pemahaman teks yang kaku dapat menjauhkan sikap peduli terhadap lingkungan. Ajaran agama (Islam) bersumber dari nash Al Quran, Hadits dan naskah-naskah ulama klasik. Hal ini menjadi dasar atas semua ajaran yang kemudian menjadi amalan umat. Namun seringkali pada saat mengamalkannya kurang menyentuh hal-hal yang bersifat humanis dan ekologis.
Contoh tentang berwudlu. Demikian Ketua Dewan Pembina AGPAII Dr. Mahnan Marbawi, MA. memberikan ilustrasi.
Ketentuan berwudlu sudah digariskan dalam Fiqh. Anggota tubuh yang menjadi sasaran rukun wudlu dan bagaimana cara membasuh atau mengusapnya juga sudah jelas, menggunakan air. Di sisi lain air merupakan salah satu sumberdaya yang harus dilestarikan. Mungkin di daerah yang air dapat diperoleh dengan mudah, tidak perlu khawatir akan ketersediaan air ini. Namun demikian bukan berarti ia dapat menggunakan air semaunya secara belebihan, nanti jatuhnya ishraf dan mubadzir.
Ilustrasi ini untuk menggambarkan situasi di wilayah dimana air harus diperoleh dengan biaya, baik menggunakan listrik maupun dengan membeli. Namun di daerah yang air bersihnya melimpah dan mengalir ceritanya bisa menjadi lain.
Untuk menghindari perbuatan ishraf dan mubadzir tadi, peduli terhadap pelestarian air sebagai salah satu sumberdaya dan kepedulian terhadap teman-teman yang di daerahnya air sulit diperoleh, perlu ada pemahaman tersendiri.
“Yakni bagaimana agar siswa dapat berwudlu dengan bijak, memenuhi syarat dan rukun Fiqh namun tetap memperhatikan kelestarian lingkungan,” demikian ditegas Ketum AGPAII 2017-2022 saat memberikan pelatihan di Bogor, Desember 2022.
Iapun mengutip hasil sebuah penelitian di Palembang yang diantaranya menghitung volume konsumsi air yang digunakan untuk berwudlu.
“Ketrampilan CCT ini penting dikuasai guru-guru PAI dan nantinya ditularkan kepada siswa,” ujar guru PAI yang kini bertugas di kantor BPIP ini. Dengan demikian guru agama dapat menggiring pemikiran siswa agar pemahaman terhadap teks agama dapat diimplementasikan secara kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Imbuhnya.
Berangkat dari keprihatinan tersebut Marbawi menggagas kerjasama dengan UNDP dalam rangka penguatan CCT pada mapel PAI.
Ditengah kesibukannya di BPIP, Kang Marbawi, panggilan akrabnya, menyusun TOR, mematangkan rencana dengan UNDP, dan menghubungi para pakar untuk turut berperan dalam hajatan ini. Ia juga mengajak pengurus inti DPP AGPAII untuk menyusun teknis kegiatan.
Pada titik ini kerja bareng AGPAII – UNDP mulai berjalan. Saat peluncuran program di Bogor Direktur PAI Kementerian Agama, Amrullah beserta beberapa Kasubdit berkenan hadir dan membuka kegiatan (Oktober 2022).
Pada kegiatan ini peserta membahas hasil bedah muatan CCT pada capaian pembelajaran di setiap elemen PAI, sehingga teridentifikasi bahwa muatan CCT pada CP bervariasi. Ada yang muatan CCTnya kuat ada yang kurang.
Hasil telaah tersebut mengungkapkan bahwa elemen Sejarah pada Fase E (kelas X) belum kuat. Sedangkan pada Fase F (kelas XI dan XII) sudah kuat, namun belum cukup untuk menumbuhkan ketrampilan berfikir kritis dan kreatif siswa. Pada elemen Akhlak, di Fase E dan F sudah terlihat penguatan CCTnya dalam memecahkan isu-isu yang ada di dalamnya. Demikian pula pada fase yang sama di elemen Akidah, Al Quran/Hadits dan Fiqh. Demikian hasil telaah ahli kurikulum dari Kemendikbud Ristek dan guru PAI senior ini.
Pada bulan berikutnya (November 2022) tim menyusun modul sebagai panduan para pelatih CCT. Pada modul tersebut digariskan 5 langkah instruksi CCT yang harus guru implementasikan kepada siswa. Kelima langkah tersebut adalah mengajukan pertanyaan, mengidentifikasi dan mengklarifikasi informasi dan ide, mencari solusi dan mewujudkan ide menjadi tindakan, mentransfer pengetahuan ke dalam konteks baru, dan menarik kesimpulan dan merancang tindakan.
Dalam kaitan dengan elemen PAI yang rata-rata sudah mengandung CCT yang cukup kuat, maka untuk menjadikan siswa memiliki kemampuan CCT guru didorong untuk melihat isu/materi secara kritis, mendorong siswa untuk berfikir kritis, dan menggunakan pendekatan dan metode yang tepat.
Tahap selanjutnya menyiapkan piloting. Pada tahap ini terdapat langkah-langkah pelatihan, implementasi, dan monitoring.
Persiapan langkah ini diawali dengan memilih sekolah-sekolah piloting, yakni SMAN 1 Cigombong, SMKN 1 Cibinong, SMKN 1 Bojonggede, SMAN 2, SMAN 6, SMKN 3 dan SMK Wikrama Kota Bogor. Selanjutnya Tim CCT melatih guru-guru PAI sekolah tersebut dengan ketrampilan mengajar dengan mengimplementasikan CCT (25-26 November 2022).
Langkah berikutnya, guru-guru peserta piloting diberi kesempatan untuk mengimplementasikan pembelajaran PAI bernuansa CCT di sekolah masing-masing (Desember 2022-Januari 2023).
Seiring dengan piloting, Tim menyusun instrumen monitoring. Pada tahap ini Tim akan melihat secara langsung proses pembelajaran PAI yang menerapkan CCT.
Monitoring diawali dari SMAN 1 Cigombong, Kab. Bogor (02/02/23). Pada pekan berikutnya Tim CCT turun ke SMKN 1 Cibinong, SMKN 1 Bojonggede, SMAN 2, SMAN 6. Monitoring hari terakhir SMK Wikrama Kota Bogor dan SMKN 3 Kota Bogor (16/02/23). (Catatan selengkapnya tentang monitoring terdapat pada artikel terpisah).
Tim monitoring CCT yang terdiri dari unsur AGPAII, UNDP, Kemendikbud, Kemenag, Dindik Kab. Bogor dan ahli pedagogi turun lengkap pada setiap monitoring. Ini menunjukkan keseriusan dalam menggarap implementasi CCT pada PAI. Bahkan pada monitoring terakhir di SMKN 3 dihadiri oleh Sachiko Kareki PVE Project Specialist UNDP Indonesia. Ms. Sachiko duduk di kelas dan menyaksikan langsung implementasi CCT pada pembelajaran PAI.
Hasil monitoring terdiri dari tiga macam, isian form online yang diisi surveyor, narasi hasil pengamatan langsung oleh surveyor, dan form isian online yang diisi siswa. Informasi dari tiga sumber tersebut disusun dan hasilnya disampaikan pada rapat di kantor UNDP Menara Thamrin (20/02/23). Pada rapat ini pula dirancang penyusunan policy brief.
Naskah policy brief terus disempurnakan dan hasilnya disampaikan pada FGD di Kantor Ditjen Pendis Kemenag RI (06/03/23).
Menurut Marbawi AGPAII akan terus menguatkan strategi penguatan CCT ke seluruh guru PAI pada semua jenjang SD, SMP, SMA dan SMK. Dengan demikian dibutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak dalam kadar yang lebih kuat lagi. Demikian pungkasnya.[]