Sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim diperlukan suatu kerja sama dengan para ulama dan ilmuwan yang memiliki perhatian terhadap persoalan keragaman dengan memberikan pemahaman serta infomasi terkait keberagamaan diberbagai lingkup untuk membangun kesadaran secara bersama. Untuk menghindari ketidakselarasan dalam konteks fundamentalisme dan radikalisme agama perlu ditumbuhkan aturan beragama yang moderat secara terbuka atau sering disebut sebagai sikap moderasi beragama.
Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Alqur’an pada Qs. Al baqarah/2 : 143 dijelaskan tentang “ummatan wasatan” adalah umat moderat yang posisinya berada di tengah, agar dilihat oleh semua pihak dan dari segenap penjuru. Dengan menempatkan Islam sebagai posisi tengah agar tidak seperti umat yang hanyut oleh materialisme, tidak pula mengantarnya membumbung tinggi ke alam ruhani. Posisi tengah adalah memadukan aspek rohani dan jasmani, material dan spiritual dalam segala sikap dan aktivitas.
Lantas bagaimana moderasi beragama dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sekolah?
Moderasi beragama sangat penting untuk ditanamkan kepada peserta didik agar tercipta hubungan harmonis antara guru, peserta didik, masyarakat dan lingkungan sekitar sehingga tercipta lingkungan yang damai, nyaman dan aman dari berbagai ancaman.
Moderasi beragama merupakan proses pemahaman dan pengamalan ajaran agama yang dilakukan secara seimbang supaya terhindar dari perbuatan ekstrem ketika menerapkannya. Prinsip moderasi sudah terkandung dalam agama yaitu keseimbangan serta keadilan. Memahami moderasi beragama harus secara tekstual bukan kontekstual, seperti halnya moderasi beragama di Indonesia bahwasannya yang dimoderatkan bukan agama di Indonesia melainkan pemahaman atau cara individu beragama yang perlu dimoderatkan.
Moderasi beragama menjadi sebuah penengah dalam keberagaman agama yang ada di Indonesia. Moderasi menjadi budaya nusantara yang berjalan seiring, searah, tidak saling menyangkal antara kearifan lokal dan agama melainkan bersikap toleran serta mencoba mencari penyelesaiannya. Mewujudkan moderasi beragama sebaiknya menghindari sikap inklusif yang tidak terbatas terhadap pengakuan kemajemukan dalam masyarakat kemudian diwujudkan melalui keterlibatan langsung terhadap realitas yang ada. Moderasi beragama erat kaitannya dengan sikap toleransi dan tenggang rasa yang dimiliki guna menjaga suatu kebersamaan serta memahami satu sama lain.
Menumbuhkan moderasi beragama diperlukan pendekatan sosial, pendekatan agama serta pendekatan multikultural. Namun pendekatan agama lebih didahulukan karena dominan terhadap kehidupan seseorang. Perlu digaris bawahi bahwa sebagai pemeluk agama lebih baiknya menghindari sikap berlebihan dalam beragama dan memilih kehati-hatian bersikap.
Adanya suatu upaya untuk mengembangkan pengetahuan multikultural bagi setiap lapisan pada masyarakat serta meningkatkan kerja sama antarumat beragama dengan pemerintah terhadap pembinaan kerukunan umat beragama di Indonesia.
Prof. Dr. Quraish Shihab menyampaikan pendapatnya bahwa didalam moderasi mengandung beberapa pilar penting diantaranya pilar keadilan, pilar keseimbangan, dan pilar toleransi.
Pada hakikatnya moderasi beragama dimengerti sebagai usaha untuk bersikap terbuka namun bukan berarti mendukung upaya untuk menjadikan agama sebagai jalan komersial, melainkan sebagai upaya untuk menaati serta menjunjung tinggi ajaran agama; sebagai kesejahteraan hidup; dan menjadiannya sebagai karakter. Moderasi beragama menjadi sangat penting karena kecenderungan pengamalan ajaran agama yang berlebihan atau melampaui batas seringkali menyisakan klaim kebenaran secara sepihak dan menganggap dirinya paling benar sementara yang lain salah.
Inilah perlunya moderasi disosialisasikan dalam dunia pendidikan.
Mohammad Fahri dan Ahmad Zainuri, dalam bukunya “Moderasi Beragama di Indonesia” menyampaikan bahwa Islam mengklarifikasikan moderat menjadi 4 yaitu: moderat dalam ibadah, moderat dalam tasyri’ (pembentukan syariat), moderat dalam akidah, dan moderat dalam budi pekerti. Apabila timbul sebuah kerusakan sebagai efek pemahaman terhadap moderasi beragama maka itu bukan moderasi tapi itulah kerusakan yang harus dihindari. Agama Islam menawarkan konsep tentang moderasi beragama sebagai berikut :
• Tawassuth (mengambil jalan tengah)
• Tawazun (berkeseimbangan)
• I’tidal (lurus dan tegas)
• Tasamuh (toleransi)
• Musawah (egaliter)
• Syura (musyawarah)
• Ishlah (reformasi)
• Aulawiyah (mendahulukan)
• Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif).
Sebagai negara yang sangat mengedepankan kerukunan beragama, menghargai perbedaan dan keragaman serta menghargai hak asasi manusia, Indonesia sebagai bangsa yang multikultural, multi etnik tentu saja mempunyai beragam agama dan kepercayaan. Dari perbedaan agama dan keyakinan inilah yang dapat menyebabkan konflik antar agama. Konflik atas nama agama seringkali terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Misalnya ada masjid yang dibakar, Gereja diserang, tokoh agama menjadi sasaran kekejaman tangan-tangan tidak bertanggung jawab, terorisme, bom bunuh diri mengatasnamakan agama, ekstrimisme, radikalisme dan diskriminasi atas nama isu sara seringkali terjadi dan menjadi pemberitaan nasional bahkan internasional. Kasus – kasus tersebut semestinya tidak akan terjadi jika moderasi beragama bisa dipahami betul oleh kita dan berjalan dengan baik di lingkungan pendidikan.
SMAN 1 Cigombong sebagai salah satu lembaga pendidikan di kabupaten Bogor menerapkan praktek keseharian baik pada proses pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas.
Kesehariannya diawali pembiasaan membaca Alqur’an bagi peserta didik Muslim dan dilanjutkan berdoa bersama di kelas masing-masing sesuai agama dan kepercayaannya. Ketika pelajaran pendidikan Agama Islam di kelas diikuti mayoritas Muslim, peserta didik Non Muslim dipersilakan ke perpustakaan belajar mandiri atau diberikan tugas sesuai perintah gereja yang diikutinya. Dalam berorganisasi peserta didik terlatih saling menghargai pendapat dan menghormati keyakinan masing – masing. Ketika waktu solat tiba peserta didik Muslim bersegera solat dan pemeluk agama lain mempersilakan. Ketika ada kegiatan sosial semua peserta didik terlibat aktif di dalamnya sesuai peran masing-masing, misalnya santunan yatim piatu, peduli banjir dan bencana alam, peduli Palestina, peduli korban kebakaran dan lain lain.
Dalam kegiatan ekstra kurikuler peserta didik mampu memilih kegiatan sesuai passionnya masing-masing dan giat berlatih untuk meningkatkan prestasi di bidangnya. Mereka menempatkan posisinya sebagai siswa terdidik yang harus giat belajar dan berlatih untuk selalu menggali potensinya.
Kegiatan kajian keagamaan, training motivasi dan talk show yang diadakan secara berkala mempunyai poin penting dalam imunitas positif peserta didik untuk beraktivitas. Di sini terlihat keragaman peserta didik dalam mengikuti kegiatan dengan toleransi dan tenggang rasa yang tinggi dengan bimbingan guru agama.
Guru agama mempunyai peran penting dalam mengarahkan dan menanamkan moderasi beragama di sekolah, sebab guru agama berperan untuk memberikan pengetahuan, pemahaman dan pengertian yang luas tentang Islam yang damai, Islam rahmatan lil alamin yang dapat menghargai perbedaan, menghormati keyakinan masing-masing dan menjunjung tinggi tenggang rasa.
Guru agama perlu menggunakan peran strategisnya untuk membina aktivitas keagamaan dan menguatkan moderasi beragama bagi peserta didik. Pihak sekolah juga dituntut untuk dapat menyeleksi perekrutan guru agama yang moderat. Karena guru sebagai manusia paripurna dimana segala tindakan, tingkah laku, perbuatan, sikap dan perkataan terekam dalam kehidupan peserta didik. Guru agama memegang peranan penting dalam proses pendidikan dan transformasi, agar peserta didik dapat berfikir moderat, santun dan mendorong siswanya agar memiliki akhlak mulia.
Kondisi sekarang ini terjadi penurunan akhlak mulia peserta didik yang mulai melemah dan saat ini hampir terlupakan khususnya di kalangan pelajar yang sudah terbawa arus perkembangan zaman. Banyak sekali kita hadapi peserta didik yang mulai menyepelekan adab dan akhlak mulia. Di sinilah guru berperan penting dalam menjadikan peserta didik beradab serta meningkatkan akhlakul kharimah. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya diantara yang terbaik dari kalian adalah yang paling mulia akhlaknya” (HR. Bukhari).
Sikap moderasi beragama yang bisa diterapkan dalam kehidupan sekolah dan bermasyarakat dalam kehidupan sehari-hari diantaranya dapat dilakukan melalui menghormati pendapat orang lain; menghargai agama, kepercayaan, suku, ras dan budaya lain; mengakui keberadaan orang lain, menghargai pendapat yang berbeda, sikap toleransi serta tidak memaksa keinginan dengan cara kekerasan. Selain itu moderasi beragama dapat ditumbuhkan melalui kegiatan kajian-kajian ilmiah, dialog kebangsaan, seminar, sarasehan, workshop maupun pengajian.
Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan yang menitikberatkan peran guru agama dalam mentransformasikan pengetahuan untuk peserta didiknya, bergeser kepada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi akal dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian tinggi, memiliki kecerdasan, estetika, sehat jasmani dan rohani.
Jadi jelaslah bahwa guru agama memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk akhlak mulia yang sedang berkembang terhadap peserta didik pada masing-masing sekolah. Disini peran guru agama dalam kegiatan proses pembelajaran menentukan hasil akhir dari peserta didik menjadi pribadi yang paripurna sesuai tujuan pendidikan Nasional.
Penanaman nilai-nilai dalam moderasi beragama kepada peserta didik harus terus ditumbuhkembangkan sebagai pembiasaan baik dalam beragama dan merawat keberagamaan untuk kehidupannya. (rahmi)
( Rakhmi Ifada, S.Ag, M.Pd.I.
Guru PAI SMAN 1 Cigombong Bogor )
HP. 082113534455