Sedekah Utama

Oleh : Dr. Ajang Kusmana, M.Ag.

Rosulullah saw. ditanya, “Sedekah apakah yang paling besar pahalanya?”
Beliau menjawab:

أن تصدَّق وأنت صحيح شحيح تَخشى الفقر وتأمُل الغِنى، ولا تُمهل حتى إذا بلغت الحلقوم قلتَ: لفلان كذا، ولفلان كذا، وقد كان لفلان

“Kamu bersedekah dalam keadaan sehat, pelit dan takut miskin dan berharap kaya. Jangan menunda sedekah hingga nyawa sampai ke kerongkongan baru kamu berkata, “Untuk si anu segini, untuk si fulan segini. Sementara hartanya telah menjadi milik fulan (ahli warisnya).” (HR Al Bukhari dan Muslim)

Level pertama kecintaan kecintaan manusia adalah kepada harta benda. Cenderung merasa kurang bahkan berusaha menambah dan menyimpan selama mungkin,

Menumpuknya harta bukan jaminan mendapat ketenangan hidup. Filosofi menggenggam adalah tidak siap menerima lebih. Ketika seseorang menggenggam hartanya erat-erat justru akan berdampak pada perasaan yang semakin kurang, lalu genggaman pada hartanya bertambah erat lagi.

Dalam konteks seseorang menjadi berat untuk mengeluarkan sedekahnya. Padahal, menurut Nabi SAW justru pada saat-saat itulah sedekah memiliki nilai yang utama di sisi Allah SWT.

Kondisi sehat pada hakikatnya adalah nikmat dan karunia yang Allah SWT berikan kepada manusia. Pada keadaan sehat ini segalanya menjadi nikmat untuk dirasakan, keinginan untuk menikmatinya kerap muncul dikala sehat. Selain itu, hati selalu berbisik bahwa tidak selamanya terus sehat maka harta yang ada di saving untuk cadangan bila suatu ketika terkena musibah sakit. Dia semakin kuat menggenggam harta itu agar jangan dulu diberikan kepada orang lain.

Kebaikan, keselamatan, dan kesehatan akan senantiasa meliputi seseorang ketika mau menginfakkan sebagian hartanya. Terutama ketika sehat, masih hidup dan sedang membutuhkan. Dalam konteks ini Allah SWT memuji perilaku orang tersebut sebagai mana firmanNya

لَنْ تَنَا لُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِ نَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 92).

Wallahu a’lam.

(***)

Feature image disediakan oleh WeCare.id

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia