SEKOLAH DAN GURU: MEMBUMIKAN MODERASI BERGAMA DI DUNIA PENDIDIKAN

Oleh : Andi Subhan Maggalatung
Staf Subdit Pemberdayaan Masyarakan Direktorat Pencegahan BNPT

Dewasa ini banyak sekali paham radikal-teroris yang berseliwaren di sekitar kita bahkan sudah masuk ke sekolah-sekolah. Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi kita semua untuk terus bekerja keras dalam menangkal dan memberikan daya imun kepada para siswa agar tidak terpapar oleh paham tersebut. Oleh sebab itu guru yang menjadi gerbang utama dalam arus pemahaman agama siswa harus mampu menjelaskan agama dengan tuntas dan moderat agar para siswa mempunyia paham yang moderat dan kebal terhadap paham radikal-teroris yang merugikan mereka. Moderasi beragama memberikan ruang yang cukup luas agar kita saling menghargai, menyayangi dan mencintai semua mahluk karena hal tertingi dari pada agama adalah kemanusiaan.

Indonesia merupakan anugerah yang luar biasa yang Tuhan YME berikan kepada kita. Maka dari itu kita harus menjaga setiap jengkal tanah dan ideologi dari ganguan apa pun terutama ideologi radikal-teroris. Oleh karena BNPT selaku lembaga strategis pemerintah terus berusaha dan berkampanye serta menbangun kerja sama dengan semua lembaga untuk menyampaikan pentingnya moderasi beragama terutama bagi para guru sebagai pendidik yang mempersiapkan masa depan bangsa.
Bahkan Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid selaku Direktur Pencegahan BNPT, menyampaikan bahwa kita ini hidup di bangsa yang besar dan majemuk. Oleh karenanya moderasi beragama harus kita jaga dan rawat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam rangka membangun pemahaman keberagamaan peserta didik yang toleran dan moderat di lembaga pendidikan, sekolah perlu menerapkan beberapa aksi, antara lain: Pertama, mengembangkan budaya lokal sekolah misalnya, kejujuran, sopan santun, saling menghargai dan lain-lain, yang merupakan perpaduan nilai-nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman dan harapan-harapan yang diyakini oleh stakeholders sekolah. Budaya lokal sekolah hendaknya dijadikan pedoman bagi perilaku dalam pemecahan masalah baik secara internal maupun eksternal yang mereka hadapi. Sedangkan pengembangan budaya agama dalam komunitas sekolah berarti bagaimana mengembangkan ajaran agama yang wasathiyah (tengah-tengah) di sekolah sebagai pijakan nilai, semangat, sikap, dan perilaku bagi para actor sekolah yaitu guru, tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, dan peserta didik itu sendiri (Muhaimin, 2008:133).

Aksi kedua dari unsur guru dan manajemen lembaga pendidikan juga merupakan faktor penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif dan moderat di sekolah. Di sini guru mempunyai posisi penting, karena dia merupakan salah satu target dari strategi pendidikan ini. Apabila seorang guru mempunyai paradigma pemahaman keberagamaan yang inklusif dan moderat, maka dia juga akan mampu untuk mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagamaan tersebut terhadap peserta didik di sekolah. Peran guru dalam hal ini meliputi; seorang guru yang memiliki sikap demokratis dan tidak diskriminatif terhadap peserta didik yang menganut agama yang berbeda dengannya. Di samping itu guru seharusnya mempunyai kepedulian terhadap kejadian-kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan agama. Misalnya, ketika ada kejadian penyerangan Polsek Daha Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan (2020) yang dilakukan oleh kelompok teroris, maka seorang guru yang memiliki sikap inklusif dan moderat dalam beragama harus mampu menjelaskan keprihatinannya terhadap peristiwa tersebut. Kemudian seorang guru sebaiknya mampu menjelaskan bahwa kejadian tersebut seharusnya jangan sampai terjadi. Karena di dalam semua agama apakah dalam Islam, Katolik, Budha, Hindu, Yahudi, Konghucu dan kepercayaan lainnya jelas dikatakan bahwa penggunaan segala macam bentuk kekerasan dalam memecahkan masalah adalah dilarang. Kekerasan hanya akan menimbulkan masalah-masalah baru.

Selain guru, sekolah juga berperan sangat penting dalam membangun lingkungan pendidikan yang toleran terhadap semua pemeluk agama. Untuk itu, sekolah sebaiknya memperhatikan langkah-langkah berikut; Pertama, sekolah sebaiknya membuat dan menerapkan peraturan khusus yaitu peraturan sekolah. Dalam peraturan sekolah tersebut, tentunya, salah satu poin penting yang tercantum adalah adanya larangan terhadap segala bentuk diskriminasi agama di sekolah tersebut. Dengan diterapkannya peraturan ini diharapkan semua unsur yang ada seperti guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, dan peserta didik dapat belajar untuk selalu menghargai orang lain yang berbeda agama di lingkungan mereka.

Kedua, untuk membangun rasa saling pengertian sejak dini antara peserta didik yang mempunyai keyakinan keagamaan yang berbeda maka sekolah harus berperan aktif menggalakkan dialog keagamaan atau dialog antar umat beragama yang tentunya tetap berada dalam bimbingan guru-guru dalam sekolah tersebut. Dialog antar umat beragama semacam ini merupakan salah satu upaya yang efektif agar peserta didik dapat membiasakan diri melakukan dialog dengan penganut agama yang berbeda. (Yaqin: 2005: 62-63)

Ketiga, hal lain yang penting dalam penerapan moderasi beragama yaitu kurikulum dan buku-buku pelajaran yang dipakai, dan diterapkan di sekolah sebaiknya kurikulum yang memuat nilai-nilai pluralisme dan toleransi keberagamaan. Begitu pula buku-buku, terutama buku-buku agama yang dipakai di sekolah, sebaiknya adalah buku-buku yang dapat membangun wacana peserta didik tentang pemahaman keberagamaan yang inklusif dan moderat.
Pada akhirnya, dengan menerapkan nilai-nilai budaya religius di sekolah serta kuatnya kepedulian dari guru dan manajemen lembaga pendidikan diharapkan dapat membentuk kesalehan secara individu dan sosial peserta didik, sehingga secara prospektif dapat membangun watak, moral dan peradaban bangsa yang bermartabat.[]

Kontributor : Rahmi Ifada

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia