Seri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 50 Memaknai sila keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan”

Pemimpin  hadir bukan hanya karena adanya kontrak sosial antara masyarakat di suatu wilayah. Namun lebih dari itu, pemimpin memiliki tanggung jawab moral dan sosial terhadap kesepakatan agung dengan rakyat untuk menjaga dan mewujudkan keadilan dan keadilan, mewujudkan kesejahteraaan dan menjaga  maqoshid al-asyariah .

Karena kata rakyat dan pemimpin (ra’in) memiliki akar kata yang sama. Rakyat dan pemimpin (ra’in) dalam bahasa Arab berasal dari akar kata  ra’a  atau  raya’a . Lalu,  ra’in  atau  ra’un  untuk pemimpin, dan  ra’iyah  untuk rakyat. Roin merupakan kata kerja dari  ro’a, yar’a  yang berarti penggembala atau orang yang diamanatkan sesuatu kepadanya dan menjaganya dengan baik. Sedang segala sesuatu yang diamanatkan kepada  roin , disebut  roiyyatun .

Soal amanah inilah yang menjadi soal. Sebab tidak setiap amanah bisa dilaksanakan dengan amanah. Sering kali pemegang amanah, memaksimalkan amanah untuk kepentingan pribadinya. Bagi pemimpin yang tak amanah, tak mensejahterakan rakyatnya, tak jadi soal. Ini yang harus menjadi soal, bagaimana amanah yang dipegang bisa dijalankan sesuai dengan tujuan yang diberikan amanah tersebut.

Amanah diambil dari bahasa arab dalam bentuk  mashdar  (kata yang menunjukan kejadian) dari  amanatan  yang berarti jujur ​​atau dapat dipercaya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia amanah berarti pesan, atau perintah. Amanah itu merupakan suatu tanggung jawab yang dipikul oleh seseorang atau titipan yang diserahkan kepadannya untuk diserahkan kepada orang yang berhak. Bisa diserahkan setelah waktu yang disepakati. Bisa juga ditengah jalan diserahkan atau diambil paksa. Sesuai situasi dan kondisi hubungan mesra pemegang amanah dan yang memberi amanah. Lihat saja dalam kitab suci semua agama. Amanah menjadi bagian dari tanggungjwab yang dibebankan kepada manusia.Sebut saja dalam al-Quran surat Al-Anfaal ayat 27.

Pemimpin atau  roin  yang mengemban amanah  roiyyatun , yang dititipkan oleh rakyat  ra’iyah , memiliki tanggung jawab untuk mengemban demi kemaslahatan rakyat yang dipimpinnya. Tak amanah, maka amanah tersebut bisa dicabut kembali atau diambil kembali melalui mekanisme yang telah disepakati (demokrasi). Inilah kontrak sosial antara pemimpin dan rakyat. Memegang amanah untuk mensejahterakan rakyat, mewujudkan keadilan dan menjaga  maqosyid al-syariah . Tidak ada kesejahteraan  umum , konsep tentang kebaikan yang mencakup seluruh warga negara tanpa jaminan.

Sayangnya, rakyat sebagai pemegang daulat amanah tersebut tak memiliki kekuatan kuat untuk ikut menentukan agar amanah bisa dijalankan dengan baik/manah, dan jujur. Kontrak sosial yang terjadi antar rakyat dan pemimpin juga para wakil rakyat yang diberi mandat amanah oleh rakyat, hanya dilegitimasi dalam kurun waktu lima tahun. Itupun rakyat kadang tak tahu kepada siapa amanah itu dititipkan. Sementara dari tahun ke tahun, amanah untuk menjamin keadilan, mewujudkan kesejahteraan sosial dan menjaga keamanan tak pernah dirasakan oleh rakyat banyak.

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat adalah Amanah. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, tak akan menjadi apa-apa tanpa perwujudan amanah untuk rakyat. Amanah yang bisa diambil atau diperpanjang. Amanah yang harus melahirkan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan. Tujuan yang harusnya lahir dari kesepakatan dalam musyarawah. Amanah diwujudkan dengan gambar yang lahir dari permusyawar dan mufakat. Bukan tujuan lahir dari kepentingan oligarkhi. Jadi harus menjadi soal mencari roin yang amanah! Jangan sampai tak menjadi soal jika ada roin yang tak amanah! ( 180621 )

Sumber berita; Seri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 50 Memaknai sila keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan”

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia