Memaknai sila keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan”
Bagian ke 6
Kang Marbawi
“Uang memiliki kapasitas untuk mendistorsi politik. Uang adalah sumberdaya kekuasaan yang sangat ampuh untuk menentukan kebijakan. Uang memiliki status khusus sebagai sumber daya kekuasaan dan bisnis, sesuai dengan kepentingan oligarkh. Oligarkh bisa menentukan isi undang-undang (kebijakan), dengan uangnya yang fleksibel dan serba guna.”
Oligarkhi adalah sedikit orang yang memiliki sumber daya keuangan yang fleksibel untuk mempengaruhi kebijakan dan politik sesuai dengan kepentingannya. Tujuannya agar kepentingan bisnisnya aman dan tidak terjadi redistribusi kekayaan kepada banyak orang. Para oligarkh sangat tertarik dengan para politisi dan tak ketinggalan penguasa. Agar kebijakan yang mereka hasilkan tetap menjaga keamanan bisnis dan kekayaannya. jangan sedikit para oligarkh yang mendukung para politisi, penguasa atau bahkan terjun langsung -nyebur, ke dunia politik.
Film dokumenter Sexy Killer, yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono, seolah menegaskan adanya tangan-tangan oligarkh di dunia politik dan penguasa. Film yang dirilis menjelang pemilihan presiden 2019 ini pahit yang diderita masyarakat akibat penambangan batu bara di Kalimantan Timur. Kenyataan pahit, bahwa kerusakan lingkungan akibat penambangan tersebut didukung oleh kebijakan dan pembelaan langsung para penguasa. Sementara kesejahteraan rakyat yang digadang-gadang tak kunjung datang.
Sexy Killer seolah menegaskan teori oligarkhinya Jeffrey A. Winters, pakar politik dari Universitas Northwestern, Amerika Serikat. Penulis buku Oligarkhi menuturkan, pengusaha yang memiliki sumber dana tak terbatas bisa memengaruhi kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Dan tak mengambil kebijakan tersebut, dampak kerugian yang akan dinikmati masyarakat. Lagi-lagi rakyat hanya jadi korban.
Seperti halnya Nyoman Derman, seorang warga dari desa Kerta Buana, kabupaten Kutai Kartenagara. Dia harus mendekam tiga bulan dengan tuduhan mengganggu operasional perusahaan tambang. Padahal dia melakukan protes atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan batu bara. Oligarkhi yang menang, rakyat takut untuk protes atas dampak lingkungan dari bisnis para oligarkh. Oligarkh-nya mungkin tak ada di Kalimantan Timur. Dia sedang asyik, entah dimana dan dengan siapa. Mungkin politik dan penguasa. Sebab rakyat biasa tak ada dalam hitungan lobi.
Oligarkh menggunakan relasi kekuasaan dan membangun politik bisnis (menggandeng para politisi-penguasa, untuk terlibat dalam bisnis yang dijalankan). Redistribusi kekayaan yang para oligarkh dalam bentuk suap dengan ketidakseimbangan kebijakan yang ditawarkan bisnisnya.
Oligarkhi seperti predator yang melibatkan diri dengan kekuasaan dan para politik. Ini dilakukan demi mempertahankan, menjaga dan meningkatkan kekayaan dari bisnis yang dikelolanya. Membuka lapangan pekerjaan menjadi nuansa baru. Namun kenyataannya tetap terjadi antara oligarkh dengan para pekerja. Kesenjangan itulah yang akan terus dipertahankan. Sebab dengan adanya, redistribusi kekayaan hanya berada pada segelintir oligarkh. Mungkin juga politik dan penguasa.
Sila keempat, “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan,” adalah bagian dari penguatan sistem politik untuk melawan oligarkhi. Walau faktanya para oligarkh berusaha mengoptasi sistem politik permusyawaratan perwakilan. Buktinya korupsi, masih menjadi masalah besar bangsa ini.
Permusyawaratan perwakilan masyarakat agar sistem politik berjalan sesuai prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi pelibatan. Prinsip yang menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan, dan pemerataan.
Sistem Perwakilan bukan hanya berarti suara banyak orang yang diwakili oleh satu orang. Suara satu orang yang memperjuangkan nasib banyak orang. Nasib banyak orang yang ditentukan suara satu orang. Suara yang kadang tak mewakili nasib banyak orang. Suara yang mewakili seharusnya tak bisa dibeli oligarkh. Oligarkhi itu nyata. Senyata kesejahteraan rakyat. Senyata kerusakan lingkungan akibat dari bisnis para oligarkh. (020721)
Sumber link: Seri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 52