SIAPKAH GURU PAI MENYONGSONG PROGRAM SEKOLAH PENGGERAK?

Oleh : Solikhatun, M.Ag.

(Guru PAI SMPN 1 Kota Tangerang, Banten)

 

Program Sekolah Penggerak, sudah diluncurkan di Jakarta, (Senin,1/2/2021) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim. Program ini dirancang sebagai upaya untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong, dan berkebinekaan global.

Dalam Program Sekolah Penggerak, fokus sasarannya pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) sekolah, mulai dari siswa, guru, sampai kepala sekolah. Kualitas siswa diukur melalui pencapaian hasil belajar di atas level yang diharapkan dengan menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, inklusif, dan menyenangkan. Tidak ada lagi sekolah unggulan, tidak ada yang mengubah input, tetapi mengubah proses pembelajaran dan meningkatkan kapasitas SDM.

Guru, standardisasi kompetensi guru telah ditempuh melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mengatur kualifikasi minimum pendidikan dan standar kompetensi guru. Sebagai sebuah profesi, setiap guru diharapkan memiliki pendidikan minimum sarjana atau diploma IV dan memiliki kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional yang dibuktikan dengan adanya sertifikat pendidik.

 Masalah SDM Guru

Walau sudah ada proses sertifikasi masih ada saja masalah terkait SDM guru, hal tersebut disebabkan oleh dua hal. Pertama, proses rekrutmen guru tidak dilakukan dengan baik sehingga tidak mampu menghasilkan mutu input guru yang memadai. Rekrutmen guru yang berkualitas terkendala baik dari sisi kelembagaan, seperti aturan dan kewenangan antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah, tersandera oleh kepentingan ekonomi politik baik di tingkat nasional maupun daerah, serta dinamika sosial di mana prestise guru PNS dianggap memiliki jaminan kesejahteraan sehingga banyak calon guru mengabdi sebagai guru honorer dengan keyakinan akan diangkat sebagai PNS (Aris R. Huang, dkk., 2020). Kedua, pengembangan kompetensi guru dalam jabatan tidak dilakukan secara berkelanjutan. Laporan yang dirilis OECD/ADB (2015) menyebutkan bahwa hanya sedikit guru di Indonesia yang mendapatkan pembinaan baik oleh fasilitator eksternal, kepala sekolah, pengawas, maupun rekan guru yang lebih berpengalaman (OECD/ADB, 2015).

Oleh sebab itu, perlu adanya usaha membangun kapasitas kelembagaan untuk melakukan reformasi sistem yang lebih baik dan komprehensif. Kebijakan pengembangan kapasitas guru perlu diarahkan pada peningkatan kualitas pengajaran. Selain itu, perlu dikembangkan sistem penilaian hasil belajar di tingkat kelas, satuan pendidikan, dan nasional, serta korelasinya dengan penilaian internasional sebagai benchmarking dan akuntabilitas sistem (World Bank, 2018c). Potret mutu pendidikan di Indonesia yang belum beranjak baik telah memantik berbagai program dan kebijakan di tingkat nasional.

Sebagai upaya melanjutkan dan mengembangkan kebijakan peningkatan mutu pendidikan agar lebih merata, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menginisiasi Program Sekolah Penggerak. Program ini berupaya mendorong sekolah-sekolah melakukan transformasi diri untuk meningkatkan mutu pembelajaran di tingkat internal, kemudian melakukan pengimbasan ke sekolah-sekolah lain untuk melakukan peningkatan mutu serupa. Program Sekolah Penggerak merupakan katalis untuk mewujudkan visi reformasi pendidikan Indonesia, di mana fokus Sekolah Penggerak adalah pengembangan hasil belajar siswa secara holistik melalui enam Profil Pelajar Pancasila, dan diawali dengan SDM sekolah yang unggul. Agar program ini berkelanjutan, maka perlu upaya untuk menciptakan ekosistem peningkatan mutu.pendidikan baik di tingkat nasional, daerah dan satuan pendidikan.

Daya Dukung GPAI

Program sekolah pengerak, garapannya sangat jelas sekali, yaitu pengembangan hasil belajar siswa secara holistic, dan diawali dengan SDM sekolah. GPAI adalah bagian dari SDM yang juga ikut tertantang untuk berbenah diri karena dalam program ini guru sebagai pemilik dan pembuat kurikulum, guru sebagai fasilitator dari berbagai sumber pengetahuan, pelatihan guru berdasarkan praktik bukan hanya sekedar teori. Namun karena GPAI posisinya sangat unik di sekolah (ada yang DPK Kemenag, ada yang Pemda) kadang membingungkan program pelatihan dan pendampingan intensif (coaching) one to one yang disediakan oleh Kemdikbud. Seperti ketika peluncuran program pendampinga kurikulum 2013, pada awalnya GPAI tidak tersentuh program pendampinga, walaupun pada akhirnya diikutsertakan juga.

Begitu juga pada program sekolah rujukan ini, apakan program pelatihan dan pendampingan GPAI juga sudah dipikirkan oleh Kemdikbud?. Padahal sangat jelas sekali dalam program sekolah penggerak terdapat paradigma baru pembelajaran yang berorientasi pada penguatan kompetensi dan pengembangan karakter yang sesuai nilai-nilai Pancasila, melalui kegiatan pembelajaran di dalam dan luar kelas dimana paradigm itu sangat kental dengan nilai-nilai ajaran agama dan norma.

Disamping itu, bahan untuk refleksi diri sebagai pijakan pendampingan GPAI tidak ada, karena belum adanya koneksitas pelaksanaan UKG dan PKB yang melink antara Kemendikbud dan Kemenag. Parahnya lagi banyak GPAI yang tidak memiliki nomor UKG sehingga ketika ada sosialisasi AKM yang diluncurkan oleh Kemendikbud GPAI juga tidak bisa mengikutinya.

GPAI di Masa Depan

Jika SDM GPAI dipandang sejajar kapasitas dan perannya dalam program sekolah penggerah maka sudah waktunya diadakan reformasi system yang terpadu bukan hanya antara pemerintah daerah dan Kemdikbud saja, namun juga dengan Kemenag. GPAI memiliki power yang sangat besar dalam penguatan kompetensi dan pengembangan karakter siswa. Oleh karenanya posisinya juga sudah harus di pandang dan diletakkan dengan adil, sehingga tidak terlihat sebagai pelengkap namun sebagai pelaku pembaharuan yang mendapatkan posisi dan peran yang sama dengan SDM guru mata pelajaran lainnya.

Untuk dapat terwujudnya  reformasi system yang terpadu, maka perlu adanya komunikasi yang baik antara kemdikbud dan kemenag dalam membuat regulasi yang mengatur GPAI dalam program sekolah pengerak.

Semoga GPAI di masa depan dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam program sekolah penggerak, sehingga trasformasi pendidikan dapat tercapai secara menyeluruh untuk meningkatkan hasil mutu pendidikan, meningkatnya kompetensi kepala Sekolah dan Guru, kesempatan untuk menjadi katalis perubahan, percepatan pencapaian profil pelajar Pancasila, dan mendapatkan pendampingan intensif untuk transformasi sekolah.(*)

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia