Oleh : Rimelfi, S.Pd.I., MM., MA
Ketua I DPP AGPAII
Tahun 2024 sebentar lagi, perhelatan akbar digelar, Pemilu Serentak. Baik itu pemilihan legislatif, Pemelihan Presiden & Wakil Presiden maupun Pemilihan Kepala Daerah di berbagai provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.
Tahun 2023 dipandang sebagai “tahun politik”. Tahun dimana berbagai trik & intrik dimulai, “white & black campaign” merebak, pendekatan-pendekatan ke organisasi dan jaringan massa dilakukan, dan lain sebagainya.
AGPAII, sebagai organisasi profesi yang memiliki jaringan massive & terstruktur mulai dari tingkat pusat (DPP), DPW, DPD hingga ke kecamatan (DPC), pun tidak luput jadi sorotan dan incaran para “pemburu kepentingan”.
Mengapa tidak, fakta dan realita, bahwa untuk saat ini, bagi politikus, jurkam dan tim sukses, yang paling “sexy” itu adalah jaringan organisasi yang terstruktur, massive, solid & para tokoh-tokoh yang berpengaruh. Tidak terkecuali para tokoh dan punggawa-punggawa AGPAII di berbagai tingkatan dan jajaran kepengurusan.
Betapa tidak, AGPAII yang mewadahi lebih kurang 270 ribu Guru PAI dari semua tingkat satuan pendidikan, TK, SD, SMP, SMA, SMK & SLB se-Indonesia, dipandang sangat potensial dalam menggerakkan ” massa & jama’ah”.
Sebagai mana sering disampaikan dalam bahasa advokasi, Guru PAI tidak hanya sekedar Guru di sekolah. Namun lebih dari pada itu, Guru PAI adalah tokoh di tengah masyarakat, Guru PAI menjadi pengurus masjid, Guru PAI adalah asatidz/guru/kiyai yang senatiasa tampil di mimbar dengan ribuan jama’ah. Mayoritas Guru PAI adalah orang yang ditinggikan seranting, didahulukan selangkah baik di sekolah maupun di tengah-tengah masyarakat.
Pertanyaannya adalah, ketika Guru PAI/AGPAII menjadi incaran para “pemburu kepentingan”, bagaimanakah seharusnya kita bersikap? baik secara personal/individual ataupun secara organisasi dan kelembagaan?
Secara personal/individual, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban politik masing-masing, memiliki hak memilih sesuai dengan hati nurani masing-masing.
Secara status dan profesi, katakanlah sebagai Guru atau ASN, tentu harus mentaati amanat undang-undang, taat aturan dan regulasi, bahwa tidak boleh terlibat politik praktis dan hal-hal yang menggiring ke arah itu.
Secara organisasi & kelembagaan, katakanlah AGPAII sebagai organisasi profesi yang INDEPENDENT, sesuai amanat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, organisasi, tidak boleh terlibat politik praktis.
Tentu menjadi catatan kita bersama, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota, bahwa netralitas dan kedamaian menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjaganya.
Secara personal ataupun secara kelembagaan & organisasi, tidak hanya sebagai Guru PAI atau tidak saja sebagai anggota dan pengurus organisasi, juga tidak saja di AGPAII, seluruh warga negara memiliki kewajiban untuk turut serta menjaga kedamaian, stabilitas masyarakat dalam menyambut pesta demokrasi yang sebentar lagi akan digelar.
AGPAII, dengan jumlah anggota ribuan, dengan latar belakang, pemahaman, ormas, dan pilihan yang heterogen, menjadi catatan penting bagi pengurus, bahwa penting menghargai setiap perbedaan yang ada. Penggiringan atau lebih bahayanya “pemaksaan” atau “pemanfaatan” organisasi sebagai “kendaraan politik” dan untuk kepentingan-kepentingan politik, menurut penulis, ini melanggar khittah organisasi.
Pengurus dan anggota AGPAII, Guru PAI se-Indonesia, mari sama-sama ;
1. Menjadi Pengurus dan Anggota yang “cerdas” menyikapi tahun politik.
2. Tampil memberikan ketentraman dan penyejuk ummat.
3. Bertekad dan berkomitmen turut serta berkontribusi mensukseskan pemilu damai.
4. Tidak terjebak dengan berbagai berita, issu, hoax, yang tidak penting dan tidak “bersanad”
5. Menjaga independensi organisasi di semua lini.
Mari berpartisipasi dan berkontribusi, SEKECIL-KECIL PARTISIPASI ADALAH DIAM (DIAM BERARTI TIDAK MEMBUAT KEGADUHAN).
Salam,
#Guru_PAI_Cerdas
#Sukses_Pemilu_2024
#Kita_Memang_Beda_tapi_Visi_Kita_Seirama
Padang, 11 Januari 2023
Sumber featured image : newsantara