Bagian 6
Oleh: Kang Marbawi
Pendidikan arah kemana?
Pertanyaan yang disampaikan oleh Jakoeb Utama pada tahun 2012 lalu. Ketika pandangannya untuk buku 10 Windu HARTilaar.
Pertanyaan tersebut terasa relevan untuk saat ini. Dimana saat ini pendidikan sedang mengalami gangguan. Arah pendidikan Indonesia sedang membahas atau lebih tepatnya diperdebatkan setelah keluar visi Pendidikan Indonesia.
Ki Hajar Dewantoro (KHD) telah meletakkan dasar pendidikan di Indonesia dengan teori Trikon. Yakni kontinuitas, konvergenisitas dan konsentrisitas. Pembaca bisa membaca ulang teori ini pada kolom pendidikan bagian 5.
Dasar teori kontinuitas adalah pandangan KHD bahwa pendidikan yang mengena kepada bangsa Timur adalah pendidikan yang humanis, kerakyatan, dan kebangsaan. Tiga hal inilah dasar jiwa KHD untuk mendidik bangsa dan mengarahkannya kepada politik bebas atau kemerdekaan.
Pandangan KHD sendiri sebenarnya terinspirasi dari tokoh Montessori, seorang pendidik dari Italia, yang mengarahkan anak-anak didik pada kecerdasan budi. Juga terinspirasi dari Rabindranath Tagore, tokoh pendidikan dari India yang menekankan pentingnya pendidikan keagamaan yang baik sebagai alat untuk memperkokoh kehidupan manusia. Artinya, pendidikan di Indonesia harus melandaskan kemanusiaan sebagai bagian dari kecerdasan budi dan landasan agama untuk mengokohkan kehidupan manusia.
Teori trikon tersebut didasari oleh lima asas dasar pendidikan di Indonesia yang ditetapkan KHD. Kelima asas atau Panca Dharma tersebut adalah asas kodrat alam, kemerdekaan, budaya, kebangsaan dan kemanusiaan. Seharusnya teori Trikon dengan Panca Dharma menjadi landasan dan fondasi dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Sebab teori Trikon menjadi teori besar pendidikan KHD yang tak lekang oleh waktu. Teori ini tetap mutakhir.
Ada tiga tantangan kedepan yang harus berada di dekat kita bersama. Disrupsi teknologi yang berdampak pada semua sektor kehidupan, sosio kultural atau perubahan demografi, profil sosial ekonomi dari populasi dunia dan lingkungan (habisnya bahan bakar, krisis udara), perubahan iklim. Menurut catatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam menghadapi tantangan tersebut, Indonesia membutuhkan “sumber daya manusia (SDM) yang terpelajar, luhur, adabtif, dan kolaboratif. Sekaligus mampu memecahkan masalah, begitu kognitif dan sosial ”, begitu visi pendidikan Indonesia.
Tantangan tersebut akan melahirkan disrupsi budaya, agama yang tidak berarti dan interaksi sosial yang berubah. Orientasi masyarakat akan lebih banyak kepada pemenuhan indrawi dan materialistik. Pendidikan hanya melahirkan manusia yang mampu beradabtasi dan berkolaborasi dalam memenuhi capaian-capaian kesuksesan. Pendidikan hanya menjadi pemenuhan dahaga penyakit ijazah.
Visi pendidikan tersebut, tidak akan melahirkan manusia yang mampu melakukan apropriasi diri. Proses yaitu mengintegrasikan pengetahuan bagi perkembangan sosial. Pendidikan seharusnya melahirkan manusia yang mampu bertindak secara benar, agar dapat belajar. Pendidikan yang seperti ini akan melahirkan manusia yang mampu bertanggung jawab (bertanggung jawab) sebagai hakekat martabat manusia. Tanggungjawab yang pribadi tidak ada saja pada egoisme untuk mencapai kesuksesan materi dan mengejar hedonisme. Namun demikian juga lingkungan dan alamsemesta dan Tuhan.
Visi pendidikan yang bertumpu pada teori trikon akan melahirkan model pendidikan yang mengembangkan kemampun untuk berpikir rasional. Sebab siswa bukan seonggok tanah liat yang dibentuk seenaknya saja. Namun dia adalah gerak hidup yang akan menafsirkan secara hati-hati setiap gerak kehidupan (sosial, ekonomi, budaya dan politik), sehingga dapat mengambil I’tibar atau pelajaran dari segenap peristiwa yang terjadi (apropriasi hermeneutis).
Pendidikan seharusnya juga melahirkan manusia yang mampu memahami pengalaman sebagai sebuah konteks menyeluruh dalam memahami kehidupan. Pendidikan seharus mendorong siswa memahami pengalaman agar bisa belajar tentang kehidupan (penggunaan diri metafisik). Selain itu dasar pendidikan juga harus mempersiapkan siswa yang mampu melakukan pengamatan, melihat dari dekat dalam mengembangkan perhatian terhadap realitas kehidupan. Pada tataran ini pendidikan mendorong siswa bisa belajar dengan menguatkan perhatian untuk memahami realisasi (kognisi self-appropriation). Inilah sifat imperatif (pengungsi) dan pendidikan.
Dan kesemuanya itu dibangun di atas fondasi Pancas Dharma pendidikan Ki Hadjar Dewantoro. Pendidikan harus dibangun untuk melahirkan yang pribadi, lingkungan dan sesama manusia (kodrat alam). Pendidikan dilakukan untuk melahirkan jiwa-jiwa yang merdeka dan tanggung jawab dalam menjalani kehidupan. Pendidikan berdasarkan karifan lokal budaya sebagai jati dan identitas diri. Sehingga Tak Kehilangan identitas dan jati diri. Pendidikan harus menanamkan identitias dan nilai kebangsaan. Dan pada ahirnya pendidikan harus melahirkan manusia yang peka terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan harus dibangun di atas fondasi agama dan kemanusiaan. Bukan untuk mengejar hedonisme, individualistik dan matrialistik.
Panca Dharma sebagai fondasi untuk menghadapi tantangan Bangsa Indonesia saat ini. Dengan bertumpu pada pengembangan teori trikon Ki hadjar Dewantoro. Serta pilar imperatifetis pendidikan. Mari kita renungkan. Salam
Sumber Link: https://pasundan.jabarekspres.com/2021/03/08/wasiat-ki-hajar-dewantoro-panca-dharma/