OKU Timur_Seiring dengan dukungan terhadap pengembangan ekonomi syariah, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendirikan Bank Wakaf Mikro (BWM). Dikutip dari laman https://sikapiuangmu.ojk.go.id/ BWM adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang terdaftar dan diawasi oleh OJK. Lembaga hasil kerjasama OJK dengan Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) ini bertujuan menyediakan akses permodalan bagi masyarakat kecil yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan formal, dengan pola pendampingan. BWM diluncurkan pada Oktober 2017 oleh Presiden Jokowi.
BWM berbadan hukum koperasi di masing-masing pesantren. Lembaga keuangan mikro syariah ini menyalurkan dana sebagai pinjaman kepada anggotanya (nasabah) tanpa agunan (jaminan). Marginpun ditetapkan pada tingkat yang sangat rendah, yaitu 3% per tahun. Margin ini digunakan untuk menutup biaya operasional BWM. Selain itu, konsep pengembalian rendah didukung oleh hasil endowment BWM yang diinvestasikan pada bank syariah. Sebagai ilustrasi, pinjaman sebesar Rp 1 juta hanya dikenakan margin Rp. 30ribu/tahun.
Per 26 April 2021, telah berdiri 60 BWM di 19 provinsi di Indonesia dengan total penerima manfaat sejumlah 43.806 nasabah dan total pembiayaan mencapai Rp65 miliar.
Kunjungan Dirut Bank Sumsel-Babel (kelima dari kiri) di BWM Nurul Huda.
Paling kiri Muh. Kholil, CEO BWM Nurul Huda.
Salah satu BWM tersebut terletak di Ponpes Nurul Huda desa Sukaraja, Kec. Buay Madang, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan yang diberi nama BWM Nurul Huda. Berdiri bulan November 2021, BWM ini telah menyalurkan dana untuk 305 nasabah yang terdiri dari para pelaku usaha mikro di sekitar pesantren.
Menurut Muh. Kholil, Chief Executive Officer (CEO) BWM Nurul Huda, banknya berdiri atas sokongan dari Bank Sumsel-Babel Syariah sebagai donatur.
“Bank Sumsel-Babel Syariah menyalurkan dana sebesar Rp. 5 milyar,” ucap Kholil melalui wawancara telepon. Dana “gelondongan” tersebut dialokasikan untuk kredit usaha kecil, melengkapi sarana operasional dan sebagian lagi diinvestasikan (endonwment) di Bank tersebut. Hasil investasi atau nisbah ini digunakan untuk menutup biaya operasional BWM. Itulah mengapa kami tidak memberlakukan margin pengembalian, karena ada sector lain yang digunakan untuk operasional kantor, yakni nisbah endowment. Demikian tegas Kholil.
Kantor BWM Nurul Huda
“Memang OJK membolehkan memungut margin maksimal 3% pertahun. Namun untuk menjaga kesyariahan, kami menghapus margin. Jadi nasabah hanya mengembalikan pokoknya atau qardhul hasan,” ucap Kholil yang juga Kepala SMKN 1 Bunga Mayang, OKU Timur, Sumsel.
Ia mencontohkan, misalnya seorang nasabah meminjam dana Rp. 1 juta. Maka ia berkewajiban mengangsur pinjaman perminggu Rp 20ribu selama 50 minggu. Ya, itu saja, tidak ada biaya lain.
Diketahui bahwa qardhul hasan merupakan akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang diterima pada waktu yang telah disepakati baik secara sekaligus maupun cicilan. Agar tidak memberatkan nasabah, BWM Nurul menerapkan sistim cicilan dalam pengembalian pinjaman.
Besar pinjaman yang disalurkan maksimal baru di angka Rp 5 juta.
“Pinjaman pertama sebesar Rp 1 juta. Bila pengembalian lancar maka akan ditawarkan pinjaman yang lebih besar lagi. Ini sekaligus sebagai apresiasi atas komitmen nasabah,” jelas CEO yang juga Wakil Ketua DPW AGPAII Sumsel ini.
Sejauh ini komitmen peminjam sangat bagus, ditandai dengan tidak adanya kredit macet.
“Kami juga menerapkan sistim tanggung-renteng,” demikian ia membuka rahasia.
Kholil menceritakan bahwa para nasabah dikelompokkan dalam sebuah Kumpi atau Kelompok Usaha Mandiri sekitar Pesantren di Indonesia. Setiap Kumpi dipecah lagi menjadi Halmi atau Halaqah Mingguan. Setiap Halmi beranggotakan 5 orang dan berkewajiban menyelenggarakan pertemuan mingguan. Pertemuan ini dihadiri supervisor yang juga pengurus BWM. Supervisor ini bertugas untuk membimbing dan mendampingi Halmi. Agenda utama pertemuan mingguan ini berupa kajian keagamaan, konsultasi bisnis dan transaksi pembayaran cicilan. Setiap Halmi juga memiliki kas yang diisi secara sukarela pada setiap pertemuan. Penggunaan uang kas cukup fleksibel, seperti sebagai dana sosial maupun untuk membantu anggota yang kesulitan membayar cicilan. Inilah yang dimaksud dengan tanggung-renteng itu, memikul bersama kesulitan yang dihadapi anggota. Namun demikian penggunaan tanggung-renteng ini jarang ditemukan karena angsuran kredit relative ringan bagi nasabah.
“Dana kas Halmi semata-mata untuk keperluan anggota, bukan untuk BWM,” tegas Kholil.
Dialog yang terbangun pada saat halaqah mingguanpun menjadi beragam. Mulai dari tanya-jawab keagamaan hingga membahas tips dan trik bisnis serta saling berbagi pengalaman bisnisnya.

Muh. Kholil memimpin pengurus BWM studi banding ke Kendal
“Melalui pertemuan ini terbangun kebersamaan. Secara emosional nasabah juga merasa terayomi dan ada tempat bertanya bila mengalami kesulitan dalam berbisnis. Kendala akan cepat terdeteksi dan dapat segera dicarikan solusinya,” ujar Kholil menutup pembicaraan.
Untuk menjalankan roda BWM Nurul Huda, Kholil dibantu lima orang. Mereka bertugas sebagai sekretaris, bendahara, manajer, supervisor dan staf keuangan. Adapun untuk operasional BWM memiliki dua unit inventaris sepeda motor serta kantor yang representative. (*)